Rekrutmen Angkatan V FLP-SU
Ini dia kabar yang kamu tunggu-tunggu. Kabar gembira buat kamu-kamu yang ngaku hobi Baca dan Tulis-menulis. Forum Lingkar Pena wilayah Sumatera utara akan segera menyelenggarakan “Audisi Penulis Dan Penerimaan Anggota Baru Angkatan V FLP Sumatera Utara.“
TADARUS SASTRA: Ayo jadi Penulis !!!
Workshop Penulisan Kreatif Tadarus Sastra dengan tema "Ayo jadi Penulis !!!" pada 23 Juli s.d 3 Agustus 2012. Ayo ikuti Tadarus Sastra dan Jadilah Penulis.
Klinik Menulis FLP Sumut
Punya pertanyaan seputar menulis? Pernah kepikiran jadi penulis? Mau belajar nulis tapi gak tau mau berguru dimana? Atau yang sudah punya tulisan, terus merasa kurang pede sama hasil tulisannya sendiri? STOP! Jangan dibuang atau pun disimpan aja. Karena Ada kabar baik buat kamu yang suka menulis atau kamu yang ingin sekali menulis.
Rabu, 29 Februari 2012
Lomba Menulis dalam Rangka “KREASI AKBAR” FLP Bandung
07.42
FLP Sumatera Utara
1 comment
TEMA
LOMBA : AKU DAN SASTRA
JENIS
LOMBA : CERPEN DAN PUISI
SYARAT DAN KETENTUAN
LOMBA:
1. Kategori peserta: pelajar, mahasiswa/umum
2. Naskah harus asli, bukan jiplakan dari karya
orang laio dan belum pernah dipublikasikan di media manapun atau tidak sedang
diikutkan dalam perlombaan lain
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar
4. Tidak mengandung unsur SARA, pornografi maupun
hal-hal yang bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku
5. Diketik dalam kertas A4, TNR 12 pt, spasi 1,5
dan margin 3 cm
6. Untuk cerpen 6-10 halaman dan puisi 1-2
halaman
7. Peserta wajib membayar biaya lomba sebesar Rp
10.000/naskah, ditransfer melalui rekening bank BRI cab. Cibiru No.
Rek. 135-401-00093-8536 a/n Ami Nurmala, atau jika tidak lewat rekening
maka bisa dibayar ke panitia dengan datang langsung ke selasar Masjid Salman
ITB pada hari kamis pukul 16.00-18.00 WIB
8. Peserta boleh mengikuti kedua lomba tersebut
atau mengirimkan lebih dari satu naskah/jenis lomba
9. Naskah dikirim melalui email:
kreasiakbar_lomba@yahoo.com dalam bentuk file attachment bukan
di badan pesan dengan melampirkan foto copy kartu identitas (kartu pelajar,
KTP/SIM) yang masih berlaku dan bukti transfer yang telah di scan
10. Naskah dikirimkan paling lambat 25 Maret 2012
11. Pengumuman pemenang 01 April 2012 pada acara
“Kreasi Akbar” bersama FLP Bandung
Hadiah Lomba:
Cerpen
:
Juara
I :
uang tunai Rp.300.000,-
Juara
II : uang
tunai Rp.200.000,-
Juara
III : uang tunai
Rp.100.000,-
Puisi
Juara
I :
uang tunai Rp.300.000,-
Juara
II : uang
tunai Rp.200.000,-
Juara
III : uang tunai
Rp.100.000,-
Contact Person:
Haris
Abdullah :
0853 1502 7286
Vina N
Istighfarini : 085 649 513 484
Selasa, 28 Februari 2012
Wajah FLP Sumatera Utara dari Masa ke Masa
18.30
FLP Sumatera Utara
4 comments
Berikut adalah kumpulan foto dari beberapa kegiatan FLP Sumatera Utara. Kalian dapat melihat wajah-wajah tiap anggota, bentuk kegiatan, dan aksi dari para anggota FLP Sumatera Utara.
Wajah FLP Sumatera Utara dari masa ke masa |
Minggu, 26 Februari 2012
Urgensi Mempelajari Bahasa Asing Menurut Islam
08.42
FLP Sumatera Utara
No comments
Salah satu bukti dari kebesaran
Allah ialah diciptakannya manusia dalam jumlah yang banyak dan terdiri dari
berbagai golongan, bangsa, ras, dan suku yang berbeda. Tujuannya jelas, yakni
agar sesama manusia itu sendiri saling mengenal satu dengan yang lainnya. Hal
ini termaktub dalam Alqur’an surah Al-Hujarat ayat 13:
"Wahai manusia! sungguh, Kami telah menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Sungguh Allah maha mengetahui, maha teliti" ( QS Al-Hujarat:13)
Dari ayat di atas, terang sekali
bahwa kita harus membuka diri untuk berkomunikasi dengan orang lain. Sebab pada
dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Seseorang tak
akan bisa melestarikan keberlangsungan hidupnya tanpa orang-orang disekitarnya.
Namun yang paling penting untuk diketahui adalah bahwa Islam sendiri
mengharuskan umatnya untuk menjaga hubungan horizontal sebaik mungkin dengan
sesama manusia.
Sebagai pemeluk Islam yang baik,
maka komunikasi dan interaksi dengan orang lain perlu diperhatikan. Tentunya
media komunikasi sangat dibutuhkan untuk menjalin interaksi tersebut. Dalam hal
ini, bahasa sangatlah berperan penting. Bahasa merupakan alat komunikasi yang
sangat efektif untuk menyampaikan pesan atau pun ide terhadap orang lain.
Bahasa juga dianggap sebagai sarana pemersatu masyarakat tertentu. Sebab itu,
setiap daerah memiliki corak bahasa yang berbeda.
Lalu, seberapa pentingkah untuk kita
mempelajari bahasa lain di luar bahasa bangsa kita?
Janganlah terlalu menutup diri untuk
mengkaji bahasa lain hanya dengan alasan bahwa bahasa itu bukan milik negara
kita. Bahasa Inggris contohnya, sebagian orang khususnya umat Islam masih
menganggap Bahasa Inggris itu tak perlu dipelajari, sebab bahasa persatuan umat
Islam adalah bahasa Arab, bukan Bahasa Inggris. Bahkan ada yang sampai membenci
bahasa tersebut dikarenakan pemilik bahasa itu adalah negara non muslim. Hal
ini perlu diluruskan.
Sesungguhnya tidak ada alasan bagi
kita untuk membenci Bahasa Inggris maupun bahasa asing lainnya, sebab yang
pertama bahasa itu sendiri adalah ciptaan Allah Ta’ala sebagai salah satu
bentuk tanda-tanda kekuasaannya. "Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya
ialah Dia menciptakan langit dan bumi, perbedaan bahasamu, dan warna kulitmu.
Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang
mengetahui". (Ar-Rum: 22).
Ayat ini mengisyaratkan agar kita
memahami berbagai bahasa yang ada. Terkait dengan dianjurkannya kita
bersosialisasi dengan orang lain, maka bahasa sangat penting untuk digunakan.
Apalagi lawan bicara adalah orang yang berasal dari daerah yang berbeda dengan
kita. Paling tidak, ada satu bahasa yang bisa sama-sama dimengerti supaya
pesan-pesan dan informasi tersampaikan dengan baik.
Kedua, bahasa adalah ilmu. Islam
sendiri mewajibkan umatnya untuk menimba ilmu sejak lahir hingga ajal
menjelang. Islam juga tidak pernah membatasi bidang ilmu apa saja yang wajib
dipelajari umatnya. Oleh karena itu, bahasa tidak termasuk ke dalam daftar
pengecualian bidang ilmu yang tidak perlu dipelajari.
Kita bisa melihat bahwa di era
globalisasi sekarang ini pergaulan sudah tidak terbatas. Seseorang yang tinggal
di bilik barat bumi akan dengan mudah berkomunikasi dan bertukar informasi
dengan penghuni bilik timur jagad raya. Dunia luas ini seakan dilipat-lipat
oleh teknologi canggih sehingga semuanya terasa dekat. Sehingga dijadikanlah
beberapa bahasa sebagai bahasa internasional untuk menyatukan seluruh penghuni
bumi ini, yakni Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Mandarin, Jerman, dan Perancis.
Jika kita tidak mempelajari salah satu dari bahasa internasional tersebut,
bagaimana mungkin kita bisa mengakses informasi, sains dan teknologi yang
semakin berkembang pesat?
Selain itu, mempelajari bahasa asing
tentunya juga menguntungkan bagi Islam. Sebab jika kita menguasai berbagai
bahasa, maka kita akan dengan mudah menyampaikan dakwah Islam ke dunia Barat
baik secara lisan maupun tulisan. Sehingga opini Barat tentang Islam bisa kita
tepis dengan menjelaskan secara runut tentang semua konsep Islam dalam bahasa
yang bisa mereka mengerti.
Maka, jika kita bergiat dan tidak
menutup diri untuk mempelajari beragam bahasa yang Allah ciptakan di bumi ini,
Insya Allah kita akan mampu bersaing hidup dengan orang-orang yang kehidupannya
telah maju khususnya di bidang sains dan teknologi. Dan misi kita sebagai umat
Islam untuk berdakwah juga akan mudah terlaksana.
Oleh. Dahlia Siregar
TV, I Will Kill You!
08.11
FLP Sumatera Utara
No comments
“Hanya satu yang tidak diajarkan televisi, yaitu
bagaimana cara membunuh televisi”
(Taufiq Ismail)
(Taufiq Ismail)
Pertengahan Juni silam, Maliki Arbi, 13, ditemukan tewas
dengan bekas jeratan tali di lehernya. Indah, sepupu Kiki-sapaan akrab bocah
itu- berkisah. Sepuluh
menit menjelang ajal, murid kelas V SD Cakung itu asyik menonton film Bollywood
yang sedang diputar salah satu stasiun tv swasta. “Salah satu adegannya
mempertontonkan orang yang sedang gantung diri,” tutur Indah. Iseng mencoba,
kepala Kiki malah tertahan tali ayunan yang memang diikatkannya. Akhirnya,
malang yang tak diundang pun datang. Nyawa meregang. Jiwa melayang. (Media
Indonesia, 4 Desember)
Kiki tidak sendirian. Masih banyak Kiki-kiki lain yang juga
menjadi korban tv. Yah, inilah konsekuensi hadirnya media tanpa batas itu di
rumah kita. Kotak pandora itu memang sungguh ajaib. Efek negatifnya memang tak
bisa disangkal lagi. Ini bukan
bualan belaka. Karena memang berbagai fakta telah membuktikannya. Dewasa ini,
berbagai adegan tak mendidik bahkan menjurus tindakan kriminal telah hadir di
rumah kita, ke ruangan keluarga, kamar tidur, kos-kosan mahasiswa, ruang tunggu
rumah sakit, lobi hotel, juga ruang kantor. Semua peristiwa tak mendidik itu
hadir melalui perantaraan televisi.Pagi-pagi kita sudah disuguhi
siaran infotainment yang menyebar aib orang lain. Kemudian, kita ”mempelajari”
bagaimana cara tersangka melakukan pembunuhan, pemerkosaan dan perampokan
melalui reka ulang kejadian dalam program semacam investigasi. Lalu, di hadapan
kita telah tersaji berbagai jenis sinetron yang temanya tak jauh-jauh dari dua
hal: mistik atau percintaan.
Ragam variasi hantu lokal dan
mancanegara datang bertandang untuk menakut-nakuti kita. Anak-anak yang belum
mengerti apa-apa akhirnya menjadi fobia terhadap kegelapan atau suasana sunyi.
Mereka mengalami trauma psikologis. Sebab, sosok-sosok seram seperti pocong,
sunder bolong, siluman, vampir dan drakula telah berhasil menggoyahkan
keyakinan mereka terhadap Tuhan.
Tak kalah heboh, sinetron remaja Indonesia juga sangat
mengenaskan. Tema dominannya cuma percintaan melulu. Sangat picisan. Hasil
riset 67 peneliti dari 18 perguruan tinggi di Indonesia menemukan kenyataan
berjubelnya adegan seks di dalamnya. Sebagian besar, menurut mereka, berpusat
pada ”hubungan seks” (57 %). Adegan tersebut memang tidak secara langsung
menunjukkan hubungan seks, namun shot pembukanya sudah cukup untuk
mengasosiasikan bahwa hubungan itu (akan) terjadi. Jenis adegan seks
lainnya adalah ciuman (18%), pemerkosaan (12%) dan kata-kata cabul (10%).
Ditemukan pula adegan telanjang (2%) dan seks menyimpang (1%). (Republika,
9 Maret 2008). Ironisnya, semua itu dilakoni oleh anak-anak sekolah. Tragis!
Selain itu, aksi kekerasan
juga berseliweran secara bebas dalam sinetron remaja. Dan lebih separuhnya,
kata Nina Armando-pakar media-, merupakan kekerasan psikologis seperti perilaku
mengancam, mengejek, memaki-maki, melecehkan, memarahi, mempelototi dan
membentak. Selanjutnya, adegan kekerasan fisik juga tak kalah banyak. Riset
menunjukkan bahwa 90% dari kekerasan telah direncanakan oleh pelakunya alias
disengaja. Sampai-sampai ada kecenderungan glamorisasi kekerasan.
Begitu pula dengan menu
hiburan musik dan komedi yang –sekarang ini- bukan lagi mengedepankan sisi
seninya, tapi malah sisi nudisme. Seakan tak sempurna, kalau video klip sebuah
lagu, panggung konser atau komedi situasi tak dihiasi kata-kata dan gerak yang
mengarah pada pornografi. Hebatnya, film kartun untuk anak-anak pun tak luput
dari nudisme dan kekerasan. Sebuah survey mencatat adanya 84 adegan kekerasan
dalam film kartun setiap jamnya.
Membunuh TV, Mungkinkah?
Dampak buruk tv sudah sangat jelas. Tetapi, manfaatnya pun
tak bisa dipungkiri. Lantas, haruskah kita ”membunuh” televisi? Itu bukan hal
yang mustahil sebab tudingan miring terhadap tv bukan hanya ada di republik
ini. Di Amerika, secara ekstrem kekesalan itu mewujud gerakan moral Turn Off Your TV Week. Satu
minggu tak menyalakan tv. Hal serupa juga marak dikampanyekan di Australia,
Brasil, Jepang, Italia, Taiwan, Meksiko hingga Kanada.
Bagaimana Indonesia? Kalaupun
tak sampai ”membunuh televisi”, paling tidak kita harus melakukan ”diet
televisi” dan mengalihkan konsentrasi pada aktivitas yang lebih produktif untuk
kebangkitan bangsa. Setuju?
Oleh: Anugrah Roby
Syahputra
Senin, 20 Februari 2012
Musikalisasi Puisi FLP Sumatera Utara
14.32
FLP Sumatera Utara
No comments
Inilah karya terbaru kami lewat musikalisasi puisi. Mengangkat puisinya Mbak Helvy Tiana Rossa "Perempuan Cahaya di Taman Zikir", kami berharap penikmat dapat merasa puas dengan penampilan dari awak-awak kami.
*mmm... jika ada tawaran ngisi acara, kami bersedia koq diajak aja... hehehehe... Kirim aja email ke email kami di: flpsuofficial@gmail.com. Insyaallah akan kami sanggupi.
Minggu, 19 Februari 2012
Satu Tanda Cinta
12.18
FLP Sumatera Utara
No comments
Tidak ada hal yang
paling menarik dibicarakan sepanjang sejarah hidup manusia selain cinta. Ia
adalah anugerah yang tak pernah mati. Wujudnya memang tak tampak, tapi efek
yang ditimbulkannya luar biasa. Bagi mereka yang mengaplikasikannya sesuai
tuntunan, maka cinta itu akan memberi ketentraman. Tetapi bagi mereka yang
salah dalam meraihnya, maka cinta itu akan jadi malapetaka bagi hidupnya.
Namun betapa pun
besarnya rasa cinta yang dimiliki oleh manusia, tetap saja jauh lebih besar
rasa cinta Allah terhadap hambanya. Terlebih bagi mereka yang beriman dan
bertakwa kepadaNya. Jika manusia menunjukkan rasa cintanya dengan sejuta kata
manis dan pujian, maka Allah menunjukkan rasa cintanya dengan sejuta
ujian.
"Apakah manusia
itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan "kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah
menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta". (Al-Ankabut:
2-3).
Allah membalas rasa
cinta kepada orang yang beriman dengan cara memberikan cobaan dan ujian yang
bertubi-tubi. Lewat ujian itu Allah ingin mengukur seberapa kukuh keimanan dan
kecintaan seorang hamba terhadapNya. Jangan pernah berpikir bahwa ujian yang datang
itu merupakan pertanda kebencian Allah pada kita, justru itu adalah isyarat
awal bahwa Allah mencintai kita.
Terkadang kita merasa
tidak sanggup menghadapi ketika cobaan datang menerpa. Bahkan tidak sedikit
orang yang mengakhiri hidupnya dengan sia-sia hanya karena frustasi dan tidak
tahan dengan peliknya kehidupan yang sedang menimpa. Tetapi apakah kita pernah
menyadari bahwa dengan cobaan yang silih berganti itu akan memposisikan diri
kita pada derajat yang paling tinggi? "Janganlah kamu bersikap lemah dan
jangan pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
derajatnya, jika kamu orang-orang yang beriman". (Ali Imran: 139).
Lantas, bagaimana kita
harus menghadapi segala cobaan dan ujian tersebut?
"Jadikanlah sabar
dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat
kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Al-Baqarah: 45).
Ternyata Allah telah
mengajarkan lewat kitab Al-qur’an cara paling jitu menghadapi cobaan. Ialah
sabar dan sholat. Sabar merupakan sepotong kata yang ringan sekali untuk
diucapkan namun sulit untuk diterapkan. Bahkan kadang kita harus berjalan
tertatih untuk sampai kepada sabar. Begitupun sholat.
Tidak semua orang
mampu menegakkannya, terlebih ketika cobaan datang menghadang. Oleh karena itu
Allah memberikan pengecualian bahwa hanya orang-orang yang khusyu’ sajalah yang
bisa menerapkan dua cara di atas.
Sekalipun dua cara itu
cukup berat untuk dilaksanakan, bukan berarti kita berlepas diri dari padanya.
Usaha untuk mencapainya tetaplah ada. Teruslah berdoa pada Allah agar diberi
kekuatan dan kemudahan sehingga kesedihan dan rasa lemah tidak bersarang lama
dalam diri. Segala solusi mintalah hanya pada Allah saja. "Cukuplah Allah
bagiku, tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakal"
(At-Taubah: 129). Dengan begitu, kita tidak akan pernah merasa terbebani dalam
hidup ini.
Sungguh Allah maha
baik. Ketika Ia memberikan ujian pada kita, bukan berarti Ia tidak memberikan
imbalan yang setimpal. Selain mendapatkan gelar takwa dan mukmin, Allah juga
telah mempersiapkan hadiah yang tiada ternilai harganya apabila kita berhasil
melewati cobaan dan ujian dengan sabar dan ikhlas. Hal itu dijanjikannya dalam
kitab suci Al-qur’an surah At-Taubah ayat 111:
"Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin baik diri maupun harta mereka
dengan memberikan surga untuk mereka" (At-Taubah:111).
Bukankah surga adalah
tempat yang kita idam-idamkan pasca kehidupan di dunia ini? Oleh karena itu,
janganlah pernah memalingkan diri dari Allah yang Esa, baik dalam keadaan
senang maupun susah. Sebab Allah memberikan cinta yang luar biasa pada kita
setiap saat. CintaNya tulus tanpa pamrih. Hanya saja Ia memiliki cara yang
berbeda dalam menunjukkan rasa cintaNya terhadap kita.
"Apabila Allah
mencintai seorang hamba, maka dia akan memberi cobaan agar ia mendengar dan
berendah diri di hadapan-Nya" (HR. Baihaqi dari Abi Hurairah).
Jadi, sudah terang
sekali bahwa cobaan dan ujian yang datang menyinggahi bukanlah satu bentuk
kebencian Allah terhadap diri kita, melainkan satu tanda cinta yang luar biasa
dariNya. Semakin kita mencoba untuk dekat denganNya, semakin besar pula ujian
yang akan datang menghadang. Maka, bersiaplah dalam menghadapinya agar kita
mencapai gelar takwa dan bisa menduduki satu dipan di Jannah-Nya.
Oleh Dahlia Siregar.
*Penulis saat ini bergiat di FLP-SU dan
sebagai pendidik di SMA Binalita Sudama, Medan
Ketika Purnama Menjadi Mentari
12.07
FLP Sumatera Utara
No comments
Purnama di langit kian berdarah,
merah membara. Kota Syene hancur, remuk redam, luluh lantah tinggal puing.
Kobaran api masih terlihat di mana-mana. Raungan sirine bersahut-sahutan.
Jeritan, tangisan, dan ratapan berbaur dalam kegalauan malam itu. Pilu.
Sesosok wanita berjalan
terseok-seok menyeret kaki kirinya yang hancur. Pahanya nyeri. Darah
mengikutinya sepanjang jalan. Jeans birunya bercat darah dimana-mana. Entah
darahnya sendiri atau bukan ia tak tahu. Kemeja biru mudanya tak kalah bercat.
Dari celah kerahnya terlukis aliran merah sampai ke ujung
kancing terakhirnya. Sesuatu yang tajam sepertinya telah manancap di lehernya.
Tapi telah dicabutnya sehingga meninggalkan lubang menganga. Lengan kemeja
kirinya hilang, meninggalkan bekas terkoyak di ujung jahitan bahunya. Mungkin
tersangkut di suatu tempat.
Ia terus berjalan di tengah
bangkai-bangkai kota mungil itu. Matanya awas, merah semerah saga. Penuh
kesakitan, ketakutan dan kecemasan. Air matanya telah kering.
”Mayaaa!” Teriaknya sekuat
tenaga.
Namun suaranya hilang ditelan
amukan sirine, dan jeritan lainnya. Ia tak peduli. Ia terus maneriakkan nama
itu dengan sisa tenaga yang ada.
”Mayaaa! Kau ada di mana?!”
Tiba-tiba kaki kanannya menabrak
sesuatu. Jelas saja ia pun tersungkur. Rintihannya terdengar sangat menyayat.
Ia berusaha bangkit. Bertopang pada apa yang bisa dipegangnya. Tertatih-tatih.
Paha kirinya terasa nyeri sekali. Sebuah kayu runcing bersarang menembus dari
ujung ke ujung. Ia putuskan untuk mencabutnya. Ia menjerit sekuatnya. Darahpun
tak bisa dihindari. Perlahan ia ikat lukanya dengan sisa kain di kemeja kirinya
yang menjuntai. Setidaknya kini pahanya tidak senyeri sebelumnya.
Dari tempatnya bersandar, matanya
menangkap sebuah boneka beruang di dekat tempat ia terjatuh tadi. Boneka itu
berwarna biru. Matanya hitam dan hidungnya berwarna cokelat.
Deg!
Darahnya berdesir. Jantungnya
terkesiap. Matanya semakin merah. Di samping boneka itu, tergeletak sebuah
tangan anak kecil. Tapi ia tak bisa melihat wajahnya karena sehelai koran
menutupi tubuhnya.
Oh tuhan. Memang tadi aku berkata
setidaknya jika ia tidak selamat pertemukannlah aku dengan mayatnya agar bisa
kuberikan upacara pemakaman yang layak. Namun Kau tentu tahu kalau aku ingin
dia selamat tak kurang satu apapun ya Tuhan.
Ia memang telah mempersiapkan
batinnya dengan apapun yang akan ditemuinya dalam pencariannya itu, akan hasil
yang terburuk sekalipun. Namun tetap saja nurani keibuannya tak kuasa jika
nanti wajah yang terpampang di tubuh itu adalah wajah putri semata wayangnya.
Bahwa tubuh yang tergeletak tak bernyawa di samping boneka beruang itu adalah
bidadari kecilnya.
Ia mendekati sosok itu dengan
hati-hati. Lama ia menatap tubuh tak bernyawa itu. perlahan, diberanikannya
tangan kananya menggapai koran yang menyelimuti kepala gadis kecil itu. Begitu
ujung jemarinya menyentuh koran itu, refleks ia tarik kembali tangannya.
Ketakutan menghantammnya. Tubuhnya menggigil. Ia terisak tanpa air mata.
Diamatinya lamat-lamat boneka
itu. Ia tertegun. Masih segar di ingatannya raut wajah gembira Maya saat ia
memberikan boneka itu sebagai hadiah ulang tahunnya tadi malam. Sebuah hadiah
yang ia belikan dari hasil kerja kerasnya seminggu di sebuah Italian Cafetaria
di pusat kota. Ia dan Clara, rekan seperjuangannya, akhirnya membelikan boneka
beruang biru yang tinggal sepasang sebagai hadiah ulang tahun buat putri mereka
yang kebetulan memiliki tanggal lahir yang sama. Clara mengambil boneka yang
berhidung cokelat, sedangkan ia yang berhidung hitam.
Masih mengalun indah dalam ingatannya
tawa riang bidadari kecilnya itu saat makan malam di taman kota untuk merayakan
ulang tahunnya. Gadisnya tak melepaskan sedetikpun hadiahnya dari pelukannya.
Tadi malam itu sungguh malam yang bahagia sampai bencana itu datang.
”Mama, lihat! Bulannya terang
sekali!” Maya menunjuk ke arah bulan dengan riang.
”Itu namanya bulan purnama,
Sayang”
Maya tak melepaskan pandangannya
dari bulan
”Lihat, Mama! Warna bulannya
merah!”
”Hmm?”
Mereka berdua kini memandangi
sang bulan. Wanita itu terkejut, ketika sang bulan semakin merah. Ia mendekap
Maya erat. Semakin terang dan terang. Bahkan lebih terang dari matahari. Dalam
hitungan menit malam itu berubah jadi seterang fajar, pagi lalu seterang siang.
Terang benderang. Semua orang di taman kota itu satu-persatu dan akhirnya
serentak berdiri takjub, kaget, dan takut. Dari arah bulan yang kini telah
menjadi matahari itu semakin membesar dan mendekat. Seperti bola api.
Semakin lama semakin besar. Dan melesat ke tengah kota Syene.
Suara menggelegar membahana
sampai ke bulan. Pusat hantaman seketika menjadi abu. Gedung-gedung runtuh,
hancur tersapu gelombang ledakan. Api bertebaran di mana-mana. Kota mungil itu
hancur lebur dan terbakar. Dalam hitungan menit kota itu hancur tak bersisa,
dalam hitungan menit kebahagiaan wanita itu berubah jadi lara. Sungguh menit
yang membalikkan dunia.
Perlahan memorinya
mengingatkannya.
Lihat boneka itu! Hidungnya
berwarna cokelat. Milik Maya berwarna hitamkan?
Keberaniannya kini kian tergugah
untuk menyingkap koran yang menutupi tubuh kecil itu. perlahan tapi pasti ia
sibakkan kertas itu. Betapa leganya ia, bahwa itu bukan Maya sang buah hati.
”Mamaaaa!”
Ia terkejut mendengar suara
tangisan itu. suara itu tak jauh dari tempatnya berada. Ia kenal suara itu. Itu
suara bidadari kecilnya. Bergegas ia berdiri. Tak dirasakannya lagi rasa sakit
di kaki, paha dan lehernya. Ia tak peduli.
Terima kasih tuhan, kau dengarkan
doaku.
Dibalik reruntuhan itu
didapatinya seorang gadis kecil terduduk. Tangan kirinya memeluk boneka beruang
biru. Hidung boneka itu berwarna hitam. Gadis itu masih menangis mamanggil nama
ibunya.
”Maya! Kau baik-baik saja, Nak?”
Ia berlari menghampiri gadis itu,
seraya memeluknya. Namun ia tersungkur. Ia kaget. Ia bangkit dan kembali
mendekap putrinya. Namun tak ada yang berhasil digapainya, ia kembali
tersungkur. Ia kaget bukan kepalang.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Kenapa aku tak bisa memeluknya?
Ia coba lagi, dan lagi-lagi ia
tersungkur. Sehelai rambut Maya pun tak bisa di sentuhnya. Ia bingung.
”Mamaaaa!” Maya terisak pilu.
Di sebelahnya terbaring tubuh
dengan kaki kiri hancur tertimpa runtuhan bangunan. Pahanya tertembus kayu
runcing. Jeans dan kemeja birunya berhiaskan darah. Sesuatu manancap di dekat
kerahnya. Tubuh itu tak bergerak. Tak bernyawa.
Oleh Pertiwi Soraya
Teks asli bisa di lihat di sini
Sabtu, 18 Februari 2012
Menyampaikan Amanat Lewat Tulisan yang Baik!
08.42
FLP Sumatera Utara
No comments
Assalamualaikum,
Mbak Liza.
Tahukah
kamu apa hal besar yang paling luar biasa bagi seorang penulis di awal masa
kepenulisannya??? Yupz! Betul Sekali. Menuliskan tulisan pertamanya. Luar biasa.
Akhirnya kamu bisa menyelesaikan cerpen ini. Sebuah ide hanya akan menjadi ide
yang mungkin suatu waktu terlupa bila tak segera dituliskan menjadi suatu
bentuk tulisan. Apakah sekedar catatan biasa, semisal pada diari; esai; artikel;
opini; puisi; bahkan cerpen seperti yang telah kamu ciptakan “SIAPA DIA?” (Mana aplausenya nih…. Prok… Prok… Prok… ^_^ Jadi ingat
Pak Tarjo eh Pak Tarno maksudnya… hehehe…)
Setelah
penulis berhasil menciptakan tulisannya, maka persoalan berikutnya adalah
carilah pembaca untuk tulisanmu. Nah, di sinilah kemudian muncul
pertanyaan-pertanyaan yang juga sering ditanyakan anak-anak galau di luar sana,
“Bagus gak yua…???” Stop! Jangan ikutan galau ya Mbak Liza. Karena, kami akan
membantu tulisanmu menjadi lebih baik. ^_^
Nah, dalam
penggarapan sebuah cerita pendek, kita sebagai penulis pemula (setidaknya)
mengetahui unsur-unsur penting( yakni; intrinsic dan ekstrinsik) dalam sebuah cerita
sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah cerita pendek.
Unsur-unsur
tersebut; tema, latar, alur, perwatakan, sudut pandang dan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Baiklah,kami akan memulai dari unsur pertama cerita
yang kamu tuli ini.
- Tema atau ide pokok dalam cerita pendek yang Liza tuliskan ini sebenarnya telah mematahkan ide umum yang kebanyakan dituliskan Keluar dari mainstream. Sangat berani.
- Penampilan masalah (konflik). Dalam cerita ini, tokoh aku mengalami pergulatan batin yang sangat mengambang. Kurang greget istilahnya. Konflik cerita tidak dipaparkan secara runut. Apa sebenarnya penyebab kegelisahan itu sampai tokoh aku mengalami mimpi-mimpi aneh? Apa maksud dari mimpinya? Apa hubungan kuat antara kutipan ayat alquran dengan kesesuain cerita atau makna yang ingin disampaikan? Alasan-alasan ini belum terjawab pada tulisan Mbak Liza. (Oh iya sedikit masukan nih, cukup ayat saja tanpa tafsiran atau sebaliknya yang mbak tuliskan. Mengingat Cerpen pada hakikatnya meringkaskan cerita.)
- Alur cerita. Cerita yang memilki alur adalah cerita yang memiliki pergerakan, mengalir dan natural. Dalam cerpen ini lead dibangun dengan pemaparan setting , waktu penceritaan. Kemudian menampilkan masalah yang tengah dihadapi. Namun ketegangan (klimaks) yang ada kurang Wah! Kejutan yang ingin di tampilkan kurang memiliki daya kejut yang cukup bagi pembaca. Untuk itu belajarlah cara membangun alur yang memikat, sehingga pembaca akan merasakan ikut terbawa pada alur cerita yang dibangun penulis dengan cara membaca cerpen-cerpen yang sangat mengalir ketika kita membacanya.
- Perwatakan (karakter). Jangan lupa, bahwa indikasi keberhasilan terbanggunya karakter tokoh (melalui dioalog atau penjelasan tokoh) adalah pembaca dapat merasakan hubungan emosional yang kental antara tokoh utama dalam cerita. Merasakan empati yang dalam. Dalam cerpen ini, hal tersebut hampir terbangun secara utuh.
- Amanat atau pesan : inilah satu hal yang merupakan hal terpenting dalam sebuah tulisan. Amanat yang baik jika tidak diimbangi dengan penggarapan yang baik pula, maka akan terkesan mengambang. Atau bisa menjadi buyar dan kehilangan kekuatan. Sejatinya amanat dalam sebuah cerpen akan terasa jika kita sudah menuntaskan membaca cerpen tersebut. Nah,di sinilah kelemahan kita sebagai penulis pemula. Kita terlalu mengebu-gebu dalam penggarapan cerita sehingga ada beberapa hal yang mungkin terlupa untuk diceritakan yang akan mempermudah penyampaian pesan. Walhasil amanat cerita nampak secara vulgar atau dipaksakan. Nah, saran kami, cobalah untuk mematangkan ide dengan hati, menulislah dengan hati (jangan terburu-buru ingin secepatnya menyelesaikan masalah), dan memperbanyak membaca cerpen-cerpen dari penulis-penulis lain ya. Di blog FLP Sumut ini juga tersedia koq.
- Dan yang terakhir, kami ucapkan selamat, karena kamu sudah berani menulis. Dan ini adalah prestasi besar.
Selebihnya,
mmm… apalagi ya oh iya… Menulislah terus. Seorang penulis hebat sebenarnya memiliki
masa seperti yang Mbak Liza rasakan sekarang. Karenanya, Mbak Liza harus tetap
mempertahankan tekad kuat untuk terus menulis. Sebenarnya, menciptakan tulisan-tulisan
yang lain secara tak sadar akan meningkatkan kualitas tulisan kita berikut
kuantitas karya yang kita telurkan. Tentu saja akan lebih hebat lagi bila
diselingi membaca karya-karya tulis dari penulis hebat yang Mbak Liza kagumi.
Yakinlah.
(wallahu’alam
bishowab)
*Tim Pengkritik FLP
Sumut:
Maritza Nada, Abdillah P. Siregar,
dan Fadly Pratama
Maritza Nada, Abdillah P. Siregar,
dan Fadly Pratama
Jumat, 17 Februari 2012
Mengasah Kemampuan dalam Komunitas
22.32
FLP Sumatera Utara
No comments
Ada yang berpendapat bahwa penulis adalah profesi penyendiri. Memiliki sebuah dunia kecil yang diciptakannya sendiri, dihidupi oleh tokoh-tokoh yang diciptakannya pula. Serta aturan yang tercipta menyertainya. Sehingga kadang terasa mengasing dalam sebuah lingkungan sosial. Mmm... Betul gak ya?
Memang betul, Namun, tak semua penulis seperti pendapat di paragraf awal tadi. Toh, cukup banyak pula yang lahir dan besar dari sebuah komunitas. Semisal Emha Ainun Nadjib, Korrie Layun Rampan, Linus Suryadi AG dari Persada Studi Klub. Dan, yang paling hangat, (boleh dong narsis dikit ^_^... Gak apa ya) Forum Lingkar Pena.
Hehehe... Forum Lingkar Pena atau disingkat FLP adalah sebuah komunitas kepenulisan yang telah banyak melahirkan banyak penulis-penulis muda berbakat sejak pertama kali dicetuskan pada tahun 1997 oleh mbak Helvy Tiana Rosa. Berkembang sangat pesat hingga mewabah ke seantero pelosok negeri sampai luar negeri. ( Berani sumpah! Ini fakta. Dan lebih fakta lagi baca aja deh lanjutannya ya...) Sumatera Utara??? Kan sudah dibilang tadi. "Kepelosok Negeri." Jadi ceritanya, termasuk dong.
Walaupun tekad yang kuat, ketekunan, dan kerja keras diri sendiri adalah amunisi utama yang wajib dimiliki calon-calon penulis besar, bergabung dengan sebuah komunitas akan semakin cepat mengasah keindahan tarian kata. Nah, apa lagi keuntungannya? Berikut lima poin keuntungan bagi penulis untuk bergabung dalam suatu komunitas.
Memang betul, Namun, tak semua penulis seperti pendapat di paragraf awal tadi. Toh, cukup banyak pula yang lahir dan besar dari sebuah komunitas. Semisal Emha Ainun Nadjib, Korrie Layun Rampan, Linus Suryadi AG dari Persada Studi Klub. Dan, yang paling hangat, (boleh dong narsis dikit ^_^... Gak apa ya) Forum Lingkar Pena.
Hehehe... Forum Lingkar Pena atau disingkat FLP adalah sebuah komunitas kepenulisan yang telah banyak melahirkan banyak penulis-penulis muda berbakat sejak pertama kali dicetuskan pada tahun 1997 oleh mbak Helvy Tiana Rosa. Berkembang sangat pesat hingga mewabah ke seantero pelosok negeri sampai luar negeri. ( Berani sumpah! Ini fakta. Dan lebih fakta lagi baca aja deh lanjutannya ya...) Sumatera Utara??? Kan sudah dibilang tadi. "Kepelosok Negeri." Jadi ceritanya, termasuk dong.
Walaupun tekad yang kuat, ketekunan, dan kerja keras diri sendiri adalah amunisi utama yang wajib dimiliki calon-calon penulis besar, bergabung dengan sebuah komunitas akan semakin cepat mengasah keindahan tarian kata. Nah, apa lagi keuntungannya? Berikut lima poin keuntungan bagi penulis untuk bergabung dalam suatu komunitas.
- Saling mengkritisi karya.
- Saling berbagi pengalaman menulis.
- Saling memotivasi.
- Saling memberi semangat.
- Saling memberi informasi seputar kepenulisan.
*Denger-denger nih... Ini denger-denger ya. Katanya FLP Sumut buka rekrutmen anggota baru lho... KAPAN??? Weitz... Sabar dulu Mas Bro, Sis... Kabar-kabarnya sih September gitu... Betul gak ya???
Mengenal Tanda Ikhlas
17.10
FLP Sumatera Utara
No comments
Kata ikhlas memilki beragam makna jika
didefinisikan secara bahasa. Namun pada dasarnya semua memiliki makna yang sama
yakni memurnikan niat hanya untuk Allah SWT semata. Sering kita mengucapkan dan
mendengar kata ikhlas. Namun ikhlas memang bukanlah perkara yang mudah untuk
kita aplikasikan dalam kehidupan ini. Mengapa? Mungkin di antaranya dikarenakan
kita belum mengenal tanda atau ciri dari orang yang dikatakan ikhlas (Mukhlis). Berikut ini beberapa cirinya:
1.
Lebih
memandang kekurangan yang ada pada diri sendiri dan memandang orang lain lebih
mulia dari kita
Sifat dari
kebanyakan kita ketika selesai menunaikan suatu kebaikan adalah merasa lebih
baik dari orang lain, merasa kitalah yang paling mulia disisi Allah. Bahkan
terkadang kita meremehkan orang lain. Inilah kebiasaan yang sudah seharusnya
kita tinggalkan. Karena belum tentu ibadah yang kita lakukan memiliki kebaikan
di sisi Allah, malah mungkin sebaliknya, tidak ada nilainya di sisi Allah. Maka
inilah salahsatu fungsi mengapa kita dianjurkan untuk selalu mengintropeksi
diri.
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).
Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap yang kamu kerjakan.” (QS. 59:18)
2.
Zuhud dan Qona’ah
Ciri
orang yang ikhlas berikutnya adalah adanya sifat zuhud dan Qona’ah.
Dari Abu Abbas Sahl bin Sa’ad Assa’idi
Radhiallahu’anhu berkata: Seorang mendatangi Rasullah SAW, kemudian berkata:
“Wahai Rasullah, tunjukkan kepadaku sebuah amalan yang jika aku kerjakan, Allah
dan manusia mencintaiku. Maka beliau bersabda “Zuhudlah terhadap dunia maka
engkau akan dicintai oleh Allah dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia
maka engkau akan dicintai oleh manusia.” (HR.Ibnu Majah dan lainnya dengan
sanad hasan)
Zuhud
dan Qona’ah seperti tak dapat dipisahkan karena salahsatu wujud nyata dari
zuhud adalah sikap Qona’ah kepada Allah SWT.
“Sungguh sangat
beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang secukupnya
dan Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas)
dengan rezeki yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Muslim)
3.
Berupaya
menyembunyikan amal kebaikan agar tidak diketahui oleh orang lain
Terkesan sulit
memang mengaplikasikan tanda ikhlas yang berikut ini. Kebanyakan kita justru
senang menunjukkan amal-amal kita di depan orang lain dengan harapan
mendapatkan pujian dari orang lain dengan kata lain riya’. Jadi tak salah jika
kita menobatkan orang yang Mukhlis adalah
mereka yang senantiasa menyembunyikan kebaikannya dari orang lain.
“Tujuh golongan
yang akan Allah naungi pada hari dimana tidak ada naungan selain naungan dari
naunganNya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada
Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang
mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena Allah, seorang lelaki yang
diajak berzina oleh seorang wanita cantik dan memiliki kedudukan, namun ia
berkata “Sesungguhnya aku takut kepada Allah”, seseorang yang bersedekah dan
menyembunyikan sedekahnya tersebut
hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya
dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah
airmatanya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
4.
Tidak
mengharapkan balasan dari orang lain
Adapun tanda orang
yang ikhlas adalah mereka yang tak pernah kecewa dengan apa yang orang lakukan
kepada mereka, senantiasa menebar kebaikan tanpa pernah mengharapkan balasan
dari orang lain.
“(sambil
berkata), ‘Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena
mengharapkan keridhoan Allah, kami tidak mengharapkan balasan dan terimakasih
dari kamu’” (QS: Al-Insan:9)
5.
Menyukai
pemberian Allah kepada mu’min lainnya
“Dan janganlah
kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu
atas sebagian yang lain.” (QS: 4: 32)
Jelas ayat di
atas melarang kita untuk tidak iri terhadap berbagai kenikmatan yang ada pada
saudara kita, dan tidaklah seorang yang mukhlis
iri terhadap saudaranya karena sebelumnya sifat qona’ah telah terpatri
dalam hatinya.
6.
Sabar
menghadapi ujian serta istiqomah dalam kebaikan
Dan terakhir,
ciri orang yang ikhlas adalah orang yang mampu bertahan dalam ujian, baik ujian
dalam bentuk kesulitan maupun dalam bentuk kenikmatan. Serta mampu istiqomah
dalam melakukan kebaikan.
“Amalan yang
paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang berkesinambungan walaupun itu
sedikit.” (HR. Muslim)
Semoga Allah senantiasa menjaga kemurnian
niat kita dan memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang ikhlas.
Aamiin. Allahu A’lam Bishshowwab
Oleh Fitri
Arniza
Menjenguk Rindu Di Kota Laut
17.09
FLP Sumatera Utara
No comments
Tanah kelahiran
kita ini tetap panas. Mengalahkan panasnya kota tempat aku bersimbah keringat;
mengais rupiah demi rupiah. Ah, tetap
seperti dulu. Bahkan tak berubah. Jalan-jalan yang panjang. Pohon-pohon kelapa.
Rumah-rumah panggung. Hanya saja, pantai itu sudah semakin ramai dikunjungi
pewisata dari luar kota. Ah, seperti mimpimu dulu; tanah kita ramai diminati
orang.
Ini puasa
pertama. Kau masak apa? Aku rindu gulai
lomak itu. Kita tak seperti keluarga lain; menyambut puasa pertama dengan
rendang daging, semur ayam dan makanan mewah lainnya. Bahkan, tak ada tradisi
mandi pangir dan punggahan. Kau
sendiri bingung dengan petuah orang tua kita; mandi pangir dapat menyucikan
diri. Ai, ada-ada saja!
Aku menggegas
langkahku. Sungguh, aku ingin tahu seperti apa rupamu kini? Masih cantikkah
seperti dulu? Sama persis ketika aku mendecak kagum atas gemulai tubuhmu yag
dengan rancak menarikan serampang dua belas. Sungguh! Kau cantik sekali hari
itu. Dengan selendang biru membalut wajah pualammu. Sejak hari itu, aku merasa
hikayat cintaku bermula.
Masih berbinarkah mata indahmu? Masih hangatkah senyum cerahmu? Ah, aku rindu!
Atau, kali ini kau akan merepetiku habis-habisan? Aku siap, Dinda. Jika itu
mampu menebus kesalahanku yang tak berkabar sekian lama.
Ini puasa
pertama. Aku ingin menghabiskannya sebulan ini bersamamu. Aku merindukan ibadah
dengan tenang; tilawah dengan tenang, tarawih dengan tenang. Sungguh, Dinda,
aku merindukan kau membangunkanku untuk tahajud bersama, memercikkan air ke
wajahku yang pulas. Lalu aku akan pura-pura manja. Kau malah menyiramkan
segelas air dingin sambil menahan tawa.
Dinda, apa kau
ingat kejadian empat tahun lalu. Bukankah saat itu Bulan Ramadhan pula? Kau tertunduk
di teras msjid. Memandang kaku orang-orang yang hendak beranjak tarawih. Sedang
kau, mengapa pula hanya berdiam diri saja. Bahkan rambutmu awut-awutan.
Mukenamu tak kau pakai. Tak ada orang-orang yang peduli. Kau tersungkup
berjalan. Menunduk. Lalu, aku melihatmu. Aku mengenalimu (meski kita tak pernah
bercakap-cakap). Kau adalah anak Uwak Mansyur, yang baru wafat seminggu lalu.
Kau saat itu sebatang kara. Kata orang-orang kau perempuan sial. Aku tak peduli.
Kutegur saja kau saat itu (setelah sekian lama aku mengumpulkan keberanianku
untuk berbicara denganmu). Lantas, aku merasakan hujaman tatapan-tatapan ganjil
orang-orang membungkus tubuh kita. Aku gugup!
Orang tuaku
mengendus hubungan kita. Mereka berang. Sebab, baru aku tahu, ada dendam
kesumat yang sudah terpatri sekian lama antara keluargamu dengan keluargaku.
Padahal kita masihlah satu keluarga jauh. Agaknya, masalah perebutan harta
warisan selalu mendulang kebencian tak berkesudahan. Ayahmu, yang bukan
siapa-siapa di keluarga buyutku, malah mendapat jatah tanah melimpah. Sementara
keturunan aslinya, mendapat ala kadar saja.
“Mak, biarlah
Dik Dinda tinggal di rumah kita,” bujukku pada Mamak saat itu.
“Ah, gila kau
ini! Apa kata orang kampong nanti?” Mamak terang saja tak menyetujui usulan
konyolku itu.
“Mak, kita ini
Orang Melayu yang menjunjung kepedulian. Dia itu yatim-piatu. Apa susahnya
menampung seorang saja?” Aku memaksa.
“Alah, tahu apa
kau soal adat kampong dan kepedulian.” Perempuan paruh baya dengan baju kurung
itu bersikeras.
Aku beringsut.
Tak ingin memperpanjang perdebatan. Setiap hari aku mengunjungimu. Orang-orang
menatap sinis. Mau kali kau berteman dengan gadis pembawa sial tu? Sontak
mereka berkomentar. Aku bergeming. Hei, lagipula apa peduli mereka?
Kau masih 17
tahun saat itu. Sebatang kara; simpai
keramat. Tak ada sanak saudara. Maka, aku yang sejak lama sudah memendam
rasa padamu, semakin bertambah rasa ibaku. Eh, tepatnya rasa cintaku. Dadaku berdebam-debam. Kau bahkan selalu
menangis ketika diam-diam aku memberikan makanan berbuka puasa. Ah, bahkan
warisan orang tuamu pun telah dirampas paksa.
Lantas, aku
beranikan diri. Nekad. kubilang pada
Orang tuaku; aku akan menikahimu. Benar. Dugaanmu tepat. Aku ditentang. Dicap
anak durhaka. Jika tetap keras kepala, maka, aku harus hengkang dari rumah. Dicoret
dalam daftar waris keluarga. Tak mengapa. Yang terpenting, aku semacam
berkewajiban, melindungi yatim-piatu sepertimu. Oi, kurasa, alasan lainnya
sebab aku begitu mencintaimu sejak dulu. Maka, jadilah kita lari nikah.
Kita menikah.
Sederhana. Amat sederhana. Pindah. Rumah kita jauh dari hingar binggar warga.
Tak ada orkes Melayu. Sunyi, sepi, misteri. Kita harus menyeberangi laut. Pada
sebuah pulau kecil. Di sana, kita hidup bahagia. Soal, makan. Gampanglah!
Bahkan segala aneka ikan dengan mudah kita dapatkan. Saat itu masih bulan
puasa. Kita tarawih berdua. Bergantian membaca Alquran dengan lilin seadanya. Hingga
di penghujung bulan; waktu menasbihkan keakraban kita. Tak kusangka kau lebih
dari sekadar cantik. Begitu baik. Kau selalu bertanya padaku, apakah aku
meridhaimu? Aku hanya mengganguk saja sebagai jawaban. Tak lupa menyungging
senyumku.
“Aku ondak
merantau, Dik. Ke Malaysia. Demi masa depan kita. Seperti janjiku dulu.
Membangun rumah yang berteras.” Aku menatap tajam wajah istriku itu.
“Kanda, Dik tak
butuh itu. Asal Kanda ridha saja. Itu semua sudah lebih dari cukup.” Suara
Dinda lantas diselingi deburan ombak malam. Sungguh,itu malam lebaran yang
romantis. Aku tahu kau tak ingin aku pergi. Tapi, ini demi kebaikan hidup kita.
Percayalah!
Jadilah malam takbiran
itu. kita bertakbir di pinggir pantai. Memandang bulan yang menawan. Sinarnya
menyemburat lantai laut. Indah. Itu adalah suasana paling romantis seumur
hidupku. Aku mengecup keningmu dalam. Kau mendekapku erat. Kita begitu bahagia.
Takbir entah dari mana menyepuh telinga kita. Lamat-lamat. Angin laut merangkul
tubuh kita.
***
Aku menjejak
tanah kita. Hampir sampai. Tinggal mendayung dua tiga kali. Sunyi. Masih sama seperti
dulu. Kubayangkan kau menungguku di bingkai pintu. Dengan baju kurung dan
selembar selendang biru yang menutup rambut hitam lurusmu. Tak ada, aku bahkan
sudah menjejak kakiku di tepi pantai. Air menyapu ujung celanaku. Kau tak ada.
Ah, terang saja, bukankah aku tak mengabarimu sama sekali akan kedatanganku di
puasa pertama ini? pasti kau sedang di dalam. Membersihkan rumah atau sedang
membaca Alquran. Sebab ini, kan, bulan berlimpah pahala? Setiap huruf yang kau
lafazkan diganjar berlipat balasan. Namun, aku mengenalmu luar dalam. Kau tak
pernah hitung-hitungan dalam ibadah.
Tak lama, maka,
akupun sampai di tepi pantai.
“Assalamulaikum,Dinda..”
sapaku hangat. Aku takut kau tak mengenali lagi suaraku setelah tiga tahun.
Aku kitari rumah
kecil kita. Tak ada. Ah, atau kau sedang bertandang ke rumah orang. Ya, kurasa
iya. Aku keluar. Menyapu pandangan. Satu-dua-tiga rumah baru sederhana. Aku
menuju ke sana. Aku seperti orang kebinggungan yang sedang mencari-cari.
“Ada yang
melihat istri saya?” tanyaku gusar sambil menunjuk rumah amat sederhana kami.
Gelengan kepala.
Mereka tak tahu. Agaknya mereka pendatang baru. Pindah ke rumah kedua.
Pertanyaan serupa kuajukan. Menggeleng lagi. Lanjut ke rumah ketiga, pertanyaan
yang sama. Seorang wanita paruh baya. Belum terlalu tua. Nek Hayati.
“Sudah meninggal
3 tahun lalu. Pendarahan. Keguguran.” Pendek sekali jawabannya. Tapi membuatku
nyaris limbung dan pingsan. Aku terisak. Roboh dengan lutut membentur tanah.
Dindaku sayang, gumamku pelan. Tega nian kau meninggalkanku!
***
Tanah kelahiran
kita sepi. Ini kali pertama aku merasakan kesedihan yang membabi buta. Begitu
menyiksa. Begitu mendera. Aku kehilangan semangat hidupku. Separuh jiwaku
serasa pergi. Serasa tak berada di dunia. Nek Hayati menunjukkanku sebuah
gundukan tanah. Kering. Tak ada batu nisan. Aih, bahkan di akhir riwayatmu kau
sendiri di tanah kelahiranmu ini. Aku mengutuk diriku sendiri. Aku memeluk
pusaramu. Kubiarkan bajuku kotor. Ada dua pusara di sana. Keduanya tak
bernisan. Pada puasa pertama ini, Tuhan memberiku lelucon yang begitu indah.
Aku pingsan sambil menangis. Memeluk tanahmu. Ironisnya! Aku bahkan tidak tahu kalau hari itu kau
sedang mengandung. Maafkan, Abang, sayang!
Medan, menjelang
Ramadhan 2011.
Oleh Abdilah Putra Siregar