
Akhir-akhir ini saya melihat beberapa fenomena, seperti kejenuhan rakyat melihat tingkah laku pemimpinnya atau sang pemimpin
yang tidak bisa memberikan contoh yang baik. Tapi rasanya lebih baik, jika kita menginstropeksi diri
terlebih dahulu. Sudahkah kita menjadi pemimpin yang baik, mampu mengikuti kriteria diatas atau paling
tidak memiliki satu diantaranya? Hanya kita yang mampu menjawabnya.
Salah satu dari beberapa kriteria tersebut adalah suri teladan,
dan ini salah satu diantara kriteria yg
paling berat untuk dilaksanakan. Bagaimana kita bisa memberi contoh yang baik
sebelum atau ketika memimpin adalah inti utama ketika kita menjadi seorang
pemimpin. Pemimpin apapun itu, meski hanya sebuah kelompok kecil, contoh dari
seorang pemimpin sangatlah penting sebagai cerminan bagi
anggotanya.
Tentu kita masih ingat,
bagaimana Rasulullah SAW dengan akhlaknya mampu membimbing keluarga, para
sahabat, rakyat, bahkan musuh pun merasa segan pada keindahan akhlaknya. Dan
ini bukanlah sebuah rekayasa, namun sesuatu yang lahir langsung dari kesucian
qalbu. Artinya akhlak yang menjadi salah satu bagian dari suri teladan tersebut memang lahir dari dalam
jiwa. Sama halnya seperti kita, contoh kecil saat tersenyum saja. Tentu beda
senyum yang memang tulus dari hati dengan senyum yang tampak dipaksakan.
Selain akhlak, memiliki
tanggung jawab, disiplin dan memiliki ketrampilan melebihi dari anggota atau
karyawan juga merupakan suri teladan. Bayangkan saja jika seorang atasan hanya
bisa memberi perintah terhadap pekerjaan yang tidak mampu dilakukannya, pasti
karyawan akan menganggap remeh atasamnya, meski senyum lebar simetris yang
selalu tampak setiap kali sang pimpinan memberikan pekerjaan. Memang, tidak
setiap pekerjaan harus dikerjakan oleh pimpinan namun paling tidak para
karyawan mampu melihat langsung skill atau ketrampilan lebih yang dimiliki atasannya. Bahkan kalau
bisa atasannya langsung yang membantu saat dibutuhkan tenaga lebih. Tentu hal ini akan
menimbulkan rasa hormat yang luar biasa dari para karyawan, dan bahkan mereka
akan bekerja lebih keras lagi, agar pekerjaan bisa selesai tepat waktu sehingga
atasan mereka tidak perlu turun langsung
untuk membantu. Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi para karyawan dan
memberikan kesan bagi mereka. Seperti yang tersurat dalam Surah Al-Baqarah 247:
“Sesungguhnya Allah telah memilihnya (Thalut sebagai raja pemimpin)
untuk kalian dan memberikannya kelebihan ilmu dan fisik. Allah memberikan
kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas,
Mahamengetahui.” Kekuatan fisik dan memiliki kelebihan ilmu atau ketrampilan
menjadi sebab utama, Allah memiliki Thalut yang sebenarnya miskin dan tidak
memiliki nasab raja menjadi Pemimpin bagi Bani Israil. Jelas bahwa ilmu atau
ketrampilan menjadi modal utama menjadi seorang pemimpin.
Dapat menjadi teladan tentu
menjadi kebanggaan mutlak bagi
seorang pemimpin. Secara tidak langsung,
cara ini menjadi sarana pembinaan konkret kepada calon pemimpin selanjutnya.
Namun hal yang sangat disayangkan, melihat kondisi kita kini. Tidak banyak
seorang pemimpin memiliki kesadaran untuk bisa menjadi suri teladan bagi
anggotanya atau bawahannya. “Sudah bisa menjalankan tanggung jawab saja sudah syukur,”
kalimat ini yang kerap terdengar bahkan dari mulut para pemimpin itu sendiri.
Menjadi teladan bukan berarti menjadi seseorang yang begitu
sempurna tanpa cacat sedikitpun. Namun bisa dimulai dari hal yang kecil,
seperti mengubah kebiasaan buruk, tidak
bersikap acuh atau sombong kepada bawahan,
peduli dengan karyawan, memberi arahan dengan baik dan lembut, tidak
berkata kasar dan membentak, dan beberapa contoh sederhana lainnya.
Setelah itu mulai meningkatkan skill atau ketrampilan
sebagai bentuk peningkatan kualitas terhadap bawahan. Bukan bermaksud untuk
pamer, tetapi keahlian khusus atau lebih yang dimiliki oleh atasan secara tidak
langsung memotivasi karyawan untuk lebih serius menekuni bidang yang
dikerjakannya. Efek samping lainnya adalah, pemimpin menjadi lebih disegani dan
akan menjadi lebih mudah bagi pemimpin untuk memegang kendali dari sebuah
sistem. Inilah sesungguhnya kendali terbesar yang dimiliki oleh seorang
pemimpin, jadi bukan jabatan dan
kekuasaan semata. Tidak hanya memerintah, tapi bisa memajukan sebuah usaha atau
perusahaan yang dibawahinya sehingga memberikan kesejahteraan bagi karyawan
atau bawahannya. Sebaik-baik manusia adalah
yang paling banyak manfaatnya
bagi orang lain (H.R Bukhari)
Oleh Dewi Chairani
0 komentar:
Posting Komentar