FLP adalah hadiah Tuhan untuk Indonesia
Menulis adalah duniaku sejak kecil. Diawali
dari kesukaanku membaca, sewaktu SD. Ayah dan Emak selalu berlangganan koran
dan majalah. Koran untuk bacaan Emak dan Ayah, sedangkan majalah Aku Anak
Shaleh, Bobo serta Tabloid Fantasi untuk bacaan aku dan adik-adikku. Terkadang
aku suka membongkar-bongkar koleksi buku Ayah di rak bukunya, kutemukan disana
deretan buku-buku lama, ada alqur’an terjemahan Bahasa Arab-Bahasa Sunda, ada
juga buku tafsir mimpi, agenda ayahku sampai suatu hari aku kepergok membaca agendanya
dan ketahuan oleh ayahku, “Ini bukan bacaanmu, sayang”, begitu katanya sewaktu
menegurku, namun dalam hatiku berkata aku akan membacanya suatu hari nanti. Aku
suka penasaran dengan sosok ayahku yang satu ini, dia sama sekali jarang mau
berbagi cerita tentang masa kecilnya jika bukan aku yang menanyakannya lebih
dulu. Ayahku ini memang pelit bercerita, lelaki pendiam.
Oya aku juga suka menulis, apalagi menulis
catatan harian. Aku lupa siapa yang memberi buku harian kecil mungil sewaktu aku
SD dulu, buku itu yang pertama kali memancingku untuk menulis catatan harian,
aku berterimakasih pada yang memberikannya, kalau nggak salah itu adalah hadiah
ulangtahunku, ah, payah sekali ingatanku ini, aku lupa hehehe…. Catatan itu
berisi cerita bersama teman-teman saat main bola kasti, ada juga cerita tentang
pengkhianatan persahabatan, wah yang satu ini ceritanya agak berat plus serius
gitu ya kan, tapi ya sudahlah cukup direkam dalam buku harian saja tidak untuk
diingat terlalu menyakitkan. Ciee..e…
Cerita perjalanan karir kepenulisanku
berlanjut di Tsanawiyah. Di masa puber inilah masuk kita ke buku harianku 2
jilid, tebal buku harianku itu melebihi kamus Bahasa inggris saja. Banyak kali
ceritaku di masa ini, dan aku semakin menyenangi dunia tulis menulis, setiap
even pasti kuselalu cerita sama buku harianku, semua disini cerita cinta
pertama, teman-teman yang curhat masalah cinta, sebagian besar tentang
cinta-cintaan lah, namanya juga lagi puber. Selain menulis aku juga hobi
menonton tv, dulu ada serial tv Blobi yang sering ditayangkan di Trans tv,
suatu hari mereka mengadakan lomba menulis kelanjutan kisah Blobi, dan aku pun
mengikuti lomba itu, waktu itu aku belum pandai mengetik di computer, tapi
keinginan ku untuk mengikuti lomba itu begitu besar, jadi tulis tangan jadilah
dan Alhmdulillah, suatu hari temanku teriak-teriak pas masuk kelas, “Rul, aku
lihat nama kau di TV semalam”, hah?Aku tidak menyangka, nggak lama datang
tukang pos ke rumah yang mengantarkan surat dari trans tv yang isinya
menyatakan bahwa aku adalah pemenang lomba menulis cerita serial Blobi, aku
keluar sebagai juara harapan, ish…jika kubongkar lagi naskah tulisan itu, wuih,
tulisan tanganku berantakan, tapi kuakui isi ceritanya mantap juga (lah ini mah
air laut asin dengan sendirinya J). Honor dua ratus ribu berpindah ke
rekeningku, kalau tidak karena menang lomba itu juga aku pun tak punya rekening
dan itu adalah honor pertamaku dan termahal yang pernah kudapat masa itu. Aku
senang setengah mati. Awal yang bagus untuk memulai karir kepenulisanku.
Berlanjut di Aliyah, hobi bacaku semakin
menggila, entah buku apa saja yang sudah aku baca di Aliyah, segala novel
islami tahun 90-an aku lahap semuanya, majalah Annida pun tak luput dari
lalapanku, sampai ada teman yang menjulukiku mirip Annida, aku dengan
kacamataku dan ujung jilbabku yang melambai-lambai. Kutemukan juga karakter
Aisyah Putri yang keren dan lucu abis, aku baca novel ini dari usaha pinjam
meminjam dari seorang sahabat, namanya Tika, kami kalau sudah di kelas suka
gila-gilaan menceritakan kembali buku yang sudah kami baca yang pada akhirnya
budaya baca dan pinjam meminjam jadi tren di kelas IPA 1 kami dan tidak kalah
bersaing dengan tayangan film drama korea yang juga diceritakan kembali untuk memeriahkan
kelas disela-sela pergantian guru dan jam-jam istirahat. Para cowok untuk yang
satu itu menyingkir jauh-jauh karena mereka pun tak mengerti apa yang kami
komburkan, hahaha… Aku kangen kalian semua T_T.
Hobi menulisku juga tidak redup begitu saja,
menulis buku harian tetap kulakukan, kali ini isi buku harianku penuh dilemma,
cerita cinta yang setengah indah setengah mengharu biru, dinamika
berorganisasiku di Aliyah dan segala suka dukanya, problema masalah keluarga
yang tak kunjung selesai. Tak jarang jejak-jejak airmata juga mengabadi di buku
harianku jilid 3 ini. Dengan catatan harian yang kubuat, aku juga belajar
menjadi dewasa juga, dengan menulis aku merenungkan segala kejadianku dan itu
yang membuatku pelan-pelan menjadi dewasa dan bijak menghadapi hidup dan
kehidupan.
Tahun 2006 memasuki tahun ketiga aku sekolah
di Aliyah, kudapat kan kabar bahwa FLP SU sedang membuka pendaftaran anggota
baru. Oya sebelumnya aku belum cerita ya awal mula aku mengenal FLP, berawal
dari hobi bacaku melahap novel, kumcer islami yang lagi boomingnya di awal
tahun 90’an sampai 2000’an, dan selesai membaca itu semua aku senang membaca
profil penulisnya, dari situlah aku mengenal seorang Helvi Tiana Rosa, Asma
Nadia, Muthmainnah, Pipiet Senja, dan kawan-kawannya serta pada akhirnya membuatku
mencari tahu apa sih FLP itu sampai bisa mencetak penulis hebat kayak mereka,
sehebat apa sih FLP itu?. Aku penasaran. Hingga akhirnya kutemukan pengumuman
bahwa FLP lagi membuka pendaftaran anggota baru. Langsung saja aku, Dedek dan
Baim, senang gila dan berambisi untuk mendaftar. Namun ditengah jalan aku
memutuskan untuk tidak meneruskan keinginan untuk mendaftar karena aku harus
focus mempersiapkan ujian akhir sekolahku. Dan aku berharap besar tahun depan
disaat aku sudah tenang dan tidak lagi heboh mempersiapkan apapun, aku pasti
akan mendaftar.
Akhirnya tahun 2007 FLP SU buka pendaftaran
lagi, tanpa ba bi bu be bo lagi aku langsung daftar, cerpen terhebatku sudah
kupersiapkan, pengetahuanku tentang bahasa dan sastra Indonesia pun juga sudah
kupersiapkan dengan sangat baik. Persenjataan sudah lengkap jadi tidak ada lagi
yang perlu ditakutkan. Berkas sudah masuk, tinggal menjalani sesi wawancara.
Mbak Rif’atun Nihayah Rambe atau lebih sering dipanggil Mbak Ifa adalah mbak
yang mewawancaraiku. Aku lupa persisnya hal apa saja yang ditanyakan padaku,
tapi yang jelas inti pertanyaan nggak jauh-jauh dari pertanyaan yang umumnya
diajukan saat perekrutan memasuki organisasi apapun di dunia ini.
Mempertanyakan tentang loyalitas, tujuan masuk FLP atau visi misi, serta
kesediaan jadi pengurus. Karena FLP adalah organisasi nirlaba yang jarang
sekali orang yang bisa bertahan karena organisasi tidak bisa memberi materi
apa-apa, justru para anggotanya yang dituntut untuk memberi dan menyumbangkan apa
yang dia punya untuk kepentingan FLP. Itu saja. Bukan FLP yang butuh kita, kita
yang butuh FLP begitu kata-kata bijak yang selalu digaungkan para senior di
gendang telingaku, dengan begitu sense of belonging setiap
anggota terhadap FLP diuji disini.
Kenapa
Bertahan?
Sudah lima tahun aku bertahan di FLP, telah
banyak yang kudapat dari FLP dan itu semua tidak akan pernah aku dapatkan di
bangku kuliah dan di universitas manapun. Suka duka belajar menulis fiksi dan
non fiksi, dari aku yang benci setengah mati dengan menulis puisi sekarang
malah jadi cinta setengah mati dengan menulis puisi, suka duka ditolak oleh
para redaktur koran, naskah yang dibedah, dkritisi dan dicaci maki oleh para
kawan-kawan yang senior, celotehan lucu, renyah, rasa kekeluargaan yang begitu
besar dan mesranya. FLP itu sudah kuanggap keluarga keduaku, rumah keduaku
setelah aku dan orang rumahku.
Puncaknya saat aku secara mendadak diminta
untuk menjadi perwakilan dari FLP untuk mengikuti Munas II 2009 di Solo, waduh
aku kaget setengah hidup bayangkan saja aku tidak punya persiapan apa-apa, uang
pun tak cukup, pas pula dengan waktu membayar uang kuliah, tapi setelah
memikirkan berbagai pertimbangan yang disodorkan padaku hingga akhirnya aku
memutuskan untuk bersedia menjadi delegasi dari FLP SU, bermodalkan sumbangan
uang teman-teman, terimakasih banyak kepada Kak Fadhli yang kantongnya paling
banyak bolong, juga pada Kak Sukma, Mbak Win, Mbak Ifa ku sayang cintaku.
Sesampainya di Solo dan sepulangnya dari Solo
aku masih bertanya-tanya kenapa harus aku?, sejak dari itulah aku jadi paham,
jadi ini cara Allah membuatku agar terus dan terus belajar dan memberikan yang
terbaik untuk FLP, sebab ada doa, harapan dan cinta dari teman-teman FLP yang
turut mengirimkan aku ke Solo. Kini tidak ada alasanku untuk tidak loyal pada
FLP. FLP salahsatu tempat belajarku seumur hidup. Walau tak jarang badai
belakangan ini sering melanda rumah cahaya FLP tercinta. Seberat apapun
dalam menggerakkan FLP kita, tetap harus ada yang hidup, ya FLP kita
harus tetap hidup, karena antara aku dan dunia tulis menulis sudah sulit
dipisahkan. Kalau sudah begini, pasti inginnya flashback ke
masa dimana para sesepuh susah payah membangun eksistensi FLP di Sumatera
Utara, supaya ghirah itu menyala lagi. Bahkan kejadian
itu sempat terulang, FLP SU mulai ditinggalkan para anggotanya, hingga hanya
bersisa hitungan jari, perlahan tapi pasti dengan niat dan semangat kuat FLP SU
bangkit pelan-pelan seperti lagu-nya Kotak Band. Semenjak rekrutmen anggota angkatan
4, FLP SU mulai semarak lagi. Semoga kita semakin solid ya kawan-kawan.
Insyallah.
Sekarang di tahun ke lima aku di FLP bahkan
diamanahkan untuk jabatan sekretaris umum, bukanlah hal yang mudah. Tentu
tantangan seperti menghadapi karakter kawan-kawan, melengkapi berkas untuk
dilaporkan ke FLP Pusat, dan lain ssebagainya, sedikit repot memang, tapi aku
yakinkan bahwa organisasi ini harus tertib secara administrasi. Bagaimana
tidak, kejahatan saja bisa terorganisasi dengan baik, toh organisasi yang
membawa kebaikan seperti FLP harus lebih terorganisasi dengan baik dan rapi
tentunya.
Yah, lebih dari pada itu, komunitas itu
penting, adalah hal yang tidak gampang, menularkan virus membaca dan menulis di
provinsi Sumatera Utara yang bisa dibilang minat baca masyarakatnya masih
kurang, ingin suatu saat Sumut punya event Sumut Book Fair, wah…tentu kita bisa
mewujudkannya suatu saat, FLP SU bersinergi dengan komunitas baca tulis lainnya
yang tumbuh sumbur di Sumut beberapa tahun terakhir.
Oleh Zee atau Nurul Fauziah
*, Penulis adalah Sekum FLP SU periode 2011-2013.
Esai ini diikutsertakan dalam Lomba ESAI “AKU DAN FLP”
0 komentar:
Posting Komentar