Rabu, 16 Mei 2012 tepatnya Subuh hari. Aku beserta
rombongan dari Forum Lingkar Pena Sumatera Utara tiba di Mesjid Raya Sumipadang
Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Disana bus yang kami
tumpangi berhenti sejenak, dan kami para penumpang yang ada bergegas untuk
mendirikan sholat subuh. Selepas itu kami melanjutkan perjalanan menuju Padang,
lokasi dimana perhelatan tahunan FLP Se-Sumbagut digelar, dan membutuhkan
sekitar 6 jam perjalanan lagi. Terkadang perjalanan tidak semulus yang diharapkan,
sekitar jam 06.30 bus ALS kami mengalami kendala pada .mesin. Menunggu pun
menjadi kata kerja yang membosankan, namun ternyata tidak begitu membosankan.
Bus berhenti di depan rumah warga
yang terdapat pamflet bertuliskan “Situs Benda Cagar Budaya: Situs
Komplek Candi Tanjung Medan, Dilindungi Oleh UU No. 5 Tahun 1992, Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala, Batu Sangkar. Wilayah Kerja Provinsi Sumbar,
Riau, dan Kepulauan Riau” Aku pun heran, sejak kapan di Sumatera Barat ada
candi?
Setahuku candi itu bukti
peninggalan Agama Hindu yang banyak terdapat di Pulau Jawa. Awalnya aku sempat
bingung berhubung pamfletnya terletak di depan rumah warga, aku kira didalam
rumah tersebut ada candi, tapi tidak mungkin karena justru diteras rumah
tersebut terdampar tumpukan pinang yang siap dibelah dan dicungkil tepungnya.
Ah rasa penasaranku semakin menjadi.
Sepuluh menit di dalam bus tidak
ada tanda – tanda bus akan bergerak. Maka kami pun memutuskan untuk turun
mencari udara segar dan mencari objek panorama yang mantap untuk dijadikan angle foto. Selain itu, rasa penasaranku
masih membuncah dengan keberadaan candi. Setelah bertanya kepada warga yang
tinggal dekat dengan lokasi mogoknya bus kami. Akhirnya kami memutuskan untuk
berkunjung ke situs bersejarah di Sumatera Barat ini. Jarak menuju candi tidak
terlalu jauh. sekitar 200 meter dari mulut gang tempat lokasi bus kami Warga
setempat juga mengatakan bahwa objek wisata itu sering dijadikan sebagai lokasi
shooting pembuatan video klip padang.
Setelah melalui jalan darat setapak
yang dikiri kanan terdapat rumah warga sederhana serta pohon-pohon kelapa nan
menjulang, cukup memanjakan mata, dan hati-hati kami berjalan karena bertaburan
kotoran sapi. Akhirnya kami sampai di lokasi, bentangan sungai kecil nan jernih
seolah menjadi gerbang selamat datang kepada siapa saja yang mengunjunginya.
Takjub seketika mencuat ketika
memasuki pekarangan candi, jalan setapak ditata sedemikian rupa bersama
indahnya bunga – bunga yang tersusun rapi. mata mulai liar mencari – cari
dimana candi berada. Ternyata ada tiga candi di dalam komplek ini. dua candi
berdiri dalam satu atap bergaya rumah adat minang, dan satu candi bertempat
sendiri. Dari jauh kami melihat seorang bapak paruh baya, kulit hitam hasil
panggangan matahari, tubuh agak kurus berbaju putih celana pendek sedang
menikmati harinya membersihkan bagian atas candi. Kami pun menghampirinya
berharap bisa mendapatkan informasi tentang keberadaan candi.
Dahfrial, nama bapak yang telah 17
tahun mengabdi dan mengelola komplek candi tersebut, ia sangat hangat
menyambut kami, berhubung aku tidak bisa berbahasa minang. Alhasil salah satu
teman maju untuk mencoba berdialog dengan Dahfrial. Informasi singkat seputar
candi mengalir deras dari Dahfrial.. Sekilas bangunan candi tampak biasa,
tumpukan batubata yang dibentuk seperti tempat pemujaan penganut Agama Hindu.
Uniknya dari bangunan ini, batubata yang disusun tidak memakai semen tapi masih
tampak kokoh, selain itu ternyata di dalam salah satu candi terdapat emas
sebanyak lima puluh batang terkubur didalamnya. Namun karena proses alamiah,
perlahan terjadi pelapukan di beberapa dinding batu, sehingga pemerintah
merasa perlu melakukan pemugaran pada salah satu candi dan menyelamatkan emas
ke museum. Sedangkan candi yang satunya masih berdiri kokoh meski telah berusia
300 tahun.
Sudah menjadi hal lumrah tentang
pengabaian pemerintah terhadap situs bersejarah yang dimiliki Indonesia.
Sekilas komplek candi tampak terurus, mulai dari pekarangan, namun keterangan
detail tentang profil candi tersebut sulit ditemukan hanya berharap besar
terhadap seorang pengelola saja.
Takut kami beranjak lebih cepat
dari lokasi komplek, Pak Dahfrial buru-buru menjemput buku tamu ke kantor untuk
kami isi sebagai bukti data pengunjung yang datang mengunjungi situs sejarah.
Jika kamu, sedang berkunjung ke
Sumatera Barat, mengunjungi situs sejarah bisa dijadikan pelengkap liburan dan
jalan-jalan kamu agar tidak sekedar jalan-jalan dan liburan, tapi juga ada
wisata sejarah yang dapat menambah pengalaman dan pengetahuan kita. Pastikan
tidak lupa bawa kamera untuk mengabadikan tempat-tempat yang kamu kunjungi.
Situs Candi Tanjung Medan, bisa
didatangi pada jam-jam kerja dan hari libur, tidak dipungut biaya apapun.
Selamat Jalan-jalan dan liburan.
Penulis
adalah anggota kaderisasi FLP Sumut
0 komentar:
Posting Komentar