Suatu
waktu, saya singgah di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) untuk
sebuah keperluan. Sepulang dari UMSU, saya berniat akan ke toko buku. Meski
cukup jauh dan tidak bisa ditempuh hanya dengan satu kali angkutan kota
(angkot), saya tetap berusaha agar niat saya itu bisa terwujud dan kerinduan
saya ke tempat yang satu itu segera terobati. Waktu itu saya berpikir bahwa
satu-satunya solusi yang paling mudah dan efisien adalah naik becak motor. Jarak
yang jauh ini sesekali menjadi alasan utama saya tidak pergi ke toko buku atau
perpustakaan tersebut. Tapi seringkali, semangat untuk menambah ilmu dan
meningkatkan kualitas diri membuat saya tetap pergi ke toko buku atau
perpustakaan.
Itu
fenomena di kota saya. Tentunya, itu karena bagi saya toko buku di kota saya
cukup sulit menemukannya. Faktanya, di Indonesia memang jumlah toko buku makin
hari makin menyedihkan. Pada tahun 2007 masih ada sekitar 4.000 TB, tapi pada2009 dan 2010, toko buku yang masih bisa bertahan tinggal separuhnya, yaitusekitar 2.000-an unit toko buku.
Saya sempat menyimpulkan bahwa ini merupakan salah satu penyebab bangsa Indonesia
tidak memiliki kualitas keilmuwan yang baik dibandingkan negara lain.
Kesimpulan saya ini ini diperkuat dengan bukti bahwa masih banyak jumlah orangyang buta huruf di negara ini, yaitu sekitar 9,7 juta atau 5,97 persen .
Kalau beberapa tahun yang akan datang kondisi sulitnya menemukan toko buku atau
tempat yang menyediakan buku-buku bacaan ini tetap bertahan di negeri ini, kita
akan ketinggalan jauh dari bangsa lain.
Fenomena
ini tampaknya akan bertahan hingga beberapa tahun yang akan datang jika tetap
dibiarkan. Memang setiap waktu selalu ada pembangunan gedung-gedung, komplek,
perumahan dan ruko. Sayangnya, pemilik bangunan atau pemilik tanah tidak pernah
ada yang berpikir untuk menggunakannya sebagai toko buku atau yang sejenis
dengan itu. Kalaupun ada, saya yakin perbandingannya hanya 1:1000. Kalau begini
terus, kapan Indonesia akan maju?
Sudah
banyak lahan persawahan yang berubah menjadi kawasan perumahan atau komplek
dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan rumah-rumah warga yang dulunya berada
di pinggir jalan besar, kini telah berubah menjadi gedung-gedung perhotelan dan
ruko. Namun cukup disayangkan, bahwa gedung-gedung atau ruko yang dibangun itu
tidak digunakan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas diri,
khususnya dalam peningkatan minat baca.
Segala fenomena tersebut merupakan salah satu
keresahan saya belakangan ini. Keresahan yang sebenarnya sudah lama muncul di
benak saya ini memunculkan beberapa mimpi atau harapan pula di benak saya.
Salah satunya adalah mendirikan toko buku atau perpustakaan terbesar di kota
saya atau paling tidak memiliki beberapa toko buku kecil di beberapa tempat
yang mudah dijangkau masyarakat. Sampai-sampai saya membayangkan bahwa toko
buku atau perpustakaan itu akan berdiri di atas lahan luas di kota saya yang masih
kosong beberapa bulan yang lalu. Lahan itu cukup strategis menurut saya, sebab
berada di lokasi pendidikan dan berada di tengah kota. Kini di lokasi itu telah
dibangun komplek megah dan besar oleh pihak swasta. Tapi, itu tetap menjadi
impian saya untuk. Saya yakin, akan ada
masa dan tempat yang tepat bagi saya untuk mewujudkan impian saya itu. Harapan
saya, kehadiran toko buku atau perpustakaan yang didirikan oleh siapa pun itu
akan menjadi salah satu wadah atau jalan bagi bangsa ini untuk lebih
berkualitas dan lebih dihargai oleh bangsa lain. Bukankah dengan banyak membaca,
bangsa ini akan lebih cerdas dan berkualitas? Dan besar kemungkinan dengan
banyak membaca dan memperbanyak pembangunan sarana-sarana peningkatan kualitas
diri, seperti toko buku akan mengurangi jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang
bekerja di luar negeri. Selain karena semakin cerdas menyiasati kebutuhan
hidup, dengan mendirikan toko buku atau yang sejenis pasti akan membutuhkan
tenaga kerja yang banyak. Daripada harus menjadi tenaga kerja di negara orang,
pasti akan lebih baik jadi tenaga kerja di negeri sendiri.
Karena
itu pula, untuk lima tahun mendatang, saya berkeinginan agar orang-orang di negara
ini tidak lagi merasa kesulitan menemukan toko buku atau perpustakaan. Setiap 2
meter atau paling tidak 25 meter, kita akan menemukan toko buku, perpustakaan
atau yang sejenis. Tidak seperti saat ini, kita lebih mudah menemukan rumah
makan, warung kopi dan kafe daripada toko buku atau perpustakaan.
Selain
itu, untuk setiap rumah makan, warung kopi atau kafe yang berdiri harus
memiliki perpustakaan mini di dalamnya. Jadi, ke rumah makan tidak hanya
menghilangkan lapar perut tapi juga meghilangkan lapar ilmu. Ke warung kopi
tidak hanya sekedar ngopi atau membicarakan
yang tidak penting, tapi juga membaca buku-buku, koran atau majalah yang
bermanfaat. Ke kafe tidak sekedar berkumpul dengan teman-teman tapi juga
membaca dan mendiskusikan apa yang telah dibaca. Saya yakin, ini akan menjadi
pemandangan yang luar biasa indahnya lima tahun yang akan datang.
Keinginan
saya yang lain, pemerintah atau pihak terkait menggratiskan surat kabar bagi
seluruh masyarakat melalui program “1 Koran 1 Keluarga”, “1 Koran 1 Siswa” dan “1
Koran 1 Mahasiswa”. Untuk mendapatkannya pun, masyarakat tidak perlu susah
payah seperti yang saya rasakan sekarang ini. Mereka cukup mendatangi agen-agen
terdekat yang telah ditetapkan pemerintah atau pihak terkait. Untuk siswa atau
mahasiswa, mereka akan mendapatkan koran tersebut setiap kali masuk ke sekolah
atau kampus mereka. Jadi, dimana-mana dan kapan saja setiap orang akan dan
harus membaca.
Lima
tahun yang akan datang pun, di Indonesia tidak ada lagi orang yang buta huruf.
Mereka sudah bisa membaca lewat program pemerintah atau pihak swasta. Misalnya
dengan mendirikan sebuah lembaga pemberantasan buta huruf di setiap desa atau
lingkungan. Jadi, bukan hanya korupsi saja yang perlu diberantas tapi buta
huruf juga perlu diberantas.
Satu
lagi mimpi saya untuk Indonesia lima tahun mendatang, masyarakat bisa memiliki
buku-buku yang ingin mereka baca dengan harga yang murah. Sehingga setiap orang
akan memiliki program pribadi, 1 buku 1 minggu atau minimal 1 buku 2 minggu.
Membaca
adalah aktivitas orang-orang cerdas atau yang ingin cerdas. Saya percaya,
membaca mampu membuat bangsa ini mulia di mata bangsa lain. Kalau pun harus
bekerja di negara lain, orang-orang Indonesia bukan lagi sebagai buruh atau
pembantu, tapi sebagai pengusaha atau orang yang dihormati.
Akhirnya,
bangsa Indonesia lima tahun yang akan datang bukan lagi bangsa yang buta huruf,
bukan lagi bangsa yang tidak peduli dengan perkembangan pengetahuan dan
informasi, bukan lagi bangsa yang bisa dibodoh-bodohi oleh bangsa lain, dan
bukan lagi bangsa yang menghabiskan waktunya untuk hal yang tidak bermanfaat.
Bangsa Indonesia lima tahun yang akan datang adalah bangsa yang cinta membaca,
mayarakat yang lebih senang jika diberi buku daripada uang dan bangsa yang dengan
bangga mengakui “Indonesia Negaraku…, Membaca Budayaku…”. Semoga ^_^.
Oleh:
Fitri A.B.
Kapan ke UMSU ukh ??
BalasHapusduh, nisa kuliah disitu :D