Rekrutmen Angkatan V FLP-SU
Ini dia kabar yang kamu tunggu-tunggu. Kabar gembira buat kamu-kamu yang ngaku hobi Baca dan Tulis-menulis. Forum Lingkar Pena wilayah Sumatera utara akan segera menyelenggarakan “Audisi Penulis Dan Penerimaan Anggota Baru Angkatan V FLP Sumatera Utara.“
TADARUS SASTRA: Ayo jadi Penulis !!!
Workshop Penulisan Kreatif Tadarus Sastra dengan tema "Ayo jadi Penulis !!!" pada 23 Juli s.d 3 Agustus 2012. Ayo ikuti Tadarus Sastra dan Jadilah Penulis.
Klinik Menulis FLP Sumut
Punya pertanyaan seputar menulis? Pernah kepikiran jadi penulis? Mau belajar nulis tapi gak tau mau berguru dimana? Atau yang sudah punya tulisan, terus merasa kurang pede sama hasil tulisannya sendiri? STOP! Jangan dibuang atau pun disimpan aja. Karena Ada kabar baik buat kamu yang suka menulis atau kamu yang ingin sekali menulis.
Senin, 22 Oktober 2012
Ibadah, Kunci Bahagia Dunia dan Akhirat
14.29
FLP Sumatera Utara
No comments
“Hanya kepada
Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohon pertolongan.”
(QS. Al Fatihah : 5), itulah firman Allah yang membuat hati saya tertegun. Ayat
tersebut menjelaskan bahwa ibadah merupakan sarana untuk berkomunikasi
dengan Allah lewat pengontrolan diri dan rasa tunduk kepada-Nya sehingga kita
tetap ingat akan kedudukan diri kita sebagai hamba yang akan kembali kepada-Nya
dan membutuhkan pertolongan-Nya. Dengan disyari’atkannya ibadah ini, seorang
muslim diharapkan menjadi manusia yang mulia akhlaknya dan lurus perilakunya
sebagai cerminan ketakwaannya.
Tugas dan tanggung jawab manusia sebenarnya
telah nyata dan sangat jelas sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur’an, yaitu
tugas melaksanakan ibadah, mengabdikan diri kepada Allah, dan tugas sebagai
khalifah-Nya dalam makna mengurus bumi ini mengikuti ketetapan-Nya. Dan
tertuang dalam firman Allah “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah (menyembah) kepada-Ku (QS. Az-Zariyat:56).
Kata ibadah mengandung dua makna (ketaatan
dan rasa tunduk) yang kemudian mengkristal menjadi satu makna, yaitu puncak
kepatuhan yang disertai dengan kecintaan yang menyeluruh. Kecintaan tanpa
kepatuhan atau kepatuhan tanpa kecintaan tidak mencerminkan makna ibadah secara
hakiki. Perintah Allah ini hendaklah ditunaikan dengan perasaan penuh sadar,
kasih dan cinta kepada Allah, bukan karena terpaksa atau karena yang lain.
Ibadah dalam Islam meliputi semua urusan
kehidupan manusia yang memiliki paduan yang erat. Tidak ada pemisahan antara aktivitas kehidupan di dunia
dan akhirat. Islam mengajarkan kepada kita bahwa setiap amalan yang kita
lakukan akan bernilai di hadapan Allah. Inilah keindahan Islam yang disebut
dengan Ad-dien yang lengkap sebagai suaru system hidup yang memberikan
kesejahteraan. Dengan kata lain, setiap pekerjaan yang membawa manfaat kepada
individu ataupun masyarakat yang tidak
berlawanan dengan syari’at, dikerjakan ikhlas karena Allah, bukan karena
mencari kepentingan pribadi dan tidak mengharapkan balasan dari manusia, maka
amalan-amalan yang demikian akan menjadi ibadah.
Setiap ibadah dalam Islam, apakah itu shalat,
membayar zakat, melaksanakan puasa dan menunaikan haji memilki dua dimensi.
Pertama, kegiatan ibadah dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban atau panggilan
Allah dalam rangka hablum minallah. Kedua, ibadah yang dilakukan untuk yang
memilki implikasi sosial. Dalam dimensi kewajiban, ibadah shalat lima waktu,
membayar zakat, menjalankan puasa, dan menunaikan haji wajib hukumnya bagi
seorang muslim yang mampu untuk menunaikannya. Bila ibadah dalam rangka hablum
minallah memiliki implikasi sosial (hablum minannas) yang positif, dan bila
nilai-nilai baik yang terkandung di dalamnya terpadu dalam diri seorang muslim
dan secara terus menerus diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, maka ia
adalah mukmin, muslim, dan sekaligus muhsin.
Adapun pengaruh ibadah pada diri seorang
muslim sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 21, yang
artinya; "Wahai sekalian manusia,
beribadahlah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum
kamu agar kamu sekalian bertakwa". Sehubungan dengan ini, seorang
yang taat beribadah seharusnya akan melaksanakan semua perintah Allah dan
menjauhi semua larangannya. Ibadah akan menciptakan seorang mukmin yang
berbahagia di dunia dan akhirat. Allah menyatakan hal ini dalam surat
Al-Mukminun yang artinya sebagai berikut: "Sesungguhnya berbahagialah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang
yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari
perbuatan dan perkataan yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan
zakat, dan orang-orang yang menjaga kelaminnya, kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini
tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat
yang dipikulnya dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya, mereka
itulah yang akan menjadi pewaris yakni akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka
kekal di dalamnya." (Al-Mukminun 1-11).
Semua
ibadah kalau dilaksanakan dengan baik akan menimbulkan ketenangan jiwa,
melepaskan keresahan dan kegelisahan jiwa. Dalam surat Al-Ma'arij Allah
menyatakan sebagai berikut yang artinya: "Sesungguhnya manusia diciptakan
dalam keadaan keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh
kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang
mengerjakan sholat" (QS. Al-Ma’arij :19-22). Dalam surat Ar-Ra'du Allah
menyatakan, artinya; "Ketahuilah bahwa dengan berdzikir/ mengingat
Allah, hati akan menjadi tenang". ( QS. Ar-Ra'd 28).
“Di
antara kunci-kunci rizki adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya.” Yakni
hendaklah seorang hamba beribadah dengan hati dan jasadnya, khusyu’ dan
merendahkan diri di hadapan, menghadirkan (dalam hati) betapa besar keagungan
Allah, benar-benar merasakan kedekatan ketika sedang bermunajat kepada Allah
Yang Maha Menguasai dan Maha Menentukan. Yakni beribadah sebagaimana yang
disebutkan dalam sebuah hadits, “Hendaklah,
kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim).
Rasulullah bersabda, “Tuhan kalian berfirman, ‘Wahai
anak Adam, beribadahlah kepada-Ku sepenuhnya, niscaya Aku penuhi hatimu dengan
kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak Adam!, jangan
jauhi Aku sehingga Aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua
tanganmu dengan kesibukan.”(HR. al-Hakim di dalam al-Mustadrak ‘alash Shahihain,
Syaikh Albani menshahihkannya dalam Silsilatul
Ahadits ash-Shahihah)
Oleh: Sri Efriyanti Harahap
Ketika Janji Harus Dipenuhi
13.53
FLP Sumatera Utara
No comments
Pengarang : Abu
Umar Basyier
Tahun :
Cetakan kedua belas, Januari 2012
Penerbit :
Shafa Publika
ISBN :
97917922-0-2
Beragam pendapat ketika berbicara tentang nikah muda.
Mulai dari pendapat yang positif sampai pendapat yang negatif sekali pun,
seolah ini adalah fenomena baru di negeri ini. Namun sangat disayangkan
pendapat mereka yang mengatakan bahwa nikah muda penyebabnya tak lain adalah
hamil sebelum nikah. Mirisnya lagi pendapat ini didukung oleh beberapa fakta
yang memang benar terjadi. Beginikah potret remaja saat ini. Eits… tunggu dulu.
Tidak semua mereka yang memutuskan untuk menikah di usia muda karena MBA
(Married By Accident ), fakta lain-sebagian besar dari mereka juga berhasil
meniti kehidupan rumah tangga di usia yang muda tanpa alasan hamil di luar
nikah.
Rizqoon misalnya. Pemuda yang menjadi tokoh utama dalam
novel ‘Sandiwara Langit’ ini masih berusia 18 tahun. Namun keinginannya untuk
menikah begitu besar karena ia begitu paham betapa besar peluang seseorang
untuk terjerumus ke dalam pergaulan yang salah yang berujung pada zina. Inilah
yang membulatkan tekadnya untuk segera menikah. Namun tidak selamanya harapan
berbanding lurus dengan kenyataan. Pasalnya, wanita yang ingin dinikahinya juga
bukan wanita sembarangan, dan usianya juga tak jauh berbeda dengannya-hanya
selisih setahun saja. Lalu apa sebenarnya yang menghalangi keinginan Rizqoon
untuk menikahi gadis itu.
Abu Umar Basyier, selaku penulis seolah ingin mengajak
pembaca untuk terus beranjak dari satu halaman ke halaman lainnya. Karena kisah
yang tersaji dalam buku ini bukanlah kisah biasa-biasa saja, dan yang lebih
membuat kita berdecak kagum membacanya adalah penulis yang mengemas kisah nyata
ini dalam bahasa yang indah dan mengharukan. Rizqoon pun kian mengukuhkan
niatnya untuk menikahi gadis yang lain bernama Halimah itu. Namun, calon
mertuanya memberikannya syarat yang baginya cukup berat. Statusnya sebagai
pengangguran saat itu membuat calon mertuanya berpikir berulang kali untuk
memberikan izin kepadanya. Maka ia diberikan dua syarat, dalam waktu 10 tahun
ia harus mampu memberikan kehidupan yang layak untuk Halimah kalau tidak ia
harus menceraikan Halimah. Jika ia tidak menyanggupi syarat itu maka ia harus
mencari wanita lain untuk dinikahinya.
Haru. Begitulah perasaan yang terbesit ketika membaca
buku terbitan Shafa ini. Kisah haru ini belum berakhir sampai di situ saja,
setelah menceritakan semua masalahnya kepada seorang ustadz, akhirnya Rizqoon
memutuskan untuk tetap menikahi Halimah yang mungkin sebenarnya ia ragu akan
keputusannya, mengingat 10 tahun bukanlah waktu yang singkat. Namun ia
beruntung sekali menikah dengan wanita yang begitu ikhlas.
Tuntutan memberikan kehidupan yang layak untuk sang istri
membuat Rizqoon tak tinggal diam, segala usaha telah dilakoninya, sampai
akhirnya ia menjadi pengusaha roti yang berkembang pesat. Namun siapa yang tahu
akan nasib seseorang. Tepat 1 hari sebelum usia pernikahan mereka genap 10
tahun, seluruh pabrik rotinya terbakar. Cerai. Ya! Itulah janji yang harus ia tepati
kepada mertuanya, karena dibutuhkan waktu yang lama untuk memperbaiki
kehidupannya seperti semula, bagaimana mungkin ia bisa memberikan kehidupan
yang layak untuk istrinya. Padahal nyaris syarat itu ia penuhi. “Atas dasar
kepedihan hati yang mendalam, yang hanya Allah yang tahu: ‘Saya menalaqmu
Adinda….’”(Hlm. 135)
Ibarat menonton sebuah film ketika membaca buku ini.
Benarkah mereka akan bercerai? Akankah sang mertua tetap pada pendiriannya? Lalu
bagaimana akhir kisah mereka? Selamat membaca.
Oleh: Finza H.
Tholibat Ma’had Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah dan,
Anggota FLP Sumatera UtaraMedan
Rabu, 10 Oktober 2012
Karena Aku Harus Sekolah
15.59
FLP Sumatera Utara
1 comment
Judul : Aku Ingin
Sekolah
Pengarang : Muktia Lestari, dkk
Tahun : Cetakan Pertama, Juni 2012
Penerbit : Pohon Cahaya (AMB Publishing)
ISBN : 978-602-9485-35-6
Sekolah
adalah kebutuhan dari setiap kita. Tak seorang pun yang ingin dirinya menjadi
orang yang bodoh. Sebab itulah para orangtua ingin anaknya bisa terus
melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang yang tinggi. Namun di era
globalisasi seperti saat ini, sekolah menjadi suatu angan-angan bagi sebagian besar
dari kita, karena tingginya biaya pendidikan saat ini.
Fenomena
putus sekolah karena mahalnya biaya bukan menjadi fenomena baru lagi bagi di
negeri ini. Bisa kita lihat mereka yang tinggal jauh dari kota, hanya sebagian
kecil saja yang mampu bersekolah itu pun
di sekolah yang berfasilitas seadanya. Inilah potret suram pendidikan negeri
ini. Mengingat peliknya problema ini, komunitas Ayo Menulis Buku (AMB) tergerak
untuk menghadirkan buku yang menyajikan tema tentang masalah pendidikan.
Buku
“Aku ingin Sekolah” ini berisi kumpulan kisah perjuangan seorang yang ingin
melanjutkan pendidikan khususnya melanjutkan ke jenjang perkuliahan.
Menariknya, sebagian besar kisah dalam buku ini merupakan kisah nyata dari
penulis. Bahasa yang disajikan pun sederhana sehingga dapat menyentuh hati.
“Kalau
gak ada uang, ya berhenti saja…” Begitulah kalimat pembuka kisah yang berjudul
‘Anatara Ibu, Ayah, dan Sekolah’ yang merupakan salahsatu kisah menarik yang
tersaji dalam buku ini. Kisah yang ditulis oleh Molzania ini, menceritakan
tentang perjuangannya untuk bisa meneruskan sekolah. Keluarganya hanya mampu
mengharapkan bantuan dari kakak-kakak ibunya. Ayahnya adalah lulusan
Universitas Indonesia (UI) dan berbagai penghargaan menulis tingkat
internasional pun sudah didapatnya. Namun pada tahun 1995 ayahanya dipecat dari
pekerjaannya menjadi wartawan saat itu. Mirisnya lagi penulis menceritakan
bahwa ayahnya adalah seorang yang kurang bertanggungjawab hingga akhirnya
ibunya lah yang harus banting tulang mencari biaya untuk memenuhi biaya
sekolahnya. Sampai pada akhirnya ibunya terkena penyakit Aneurisma-sejenis
penyakit pecah pembuluh darah.
Masih
banyak lagi kisah menyentuh lainnya yang terangkum dalam buku terbitan pohon
cahaya ini, karena buku ini ditulis oleh 28 orang penulis yang berasal dari
berbagai kota di Indonesia. Kisah-kisah yang diharapkan mampu mengetuk nurani
para pembaca, pun di dalamnya terdapat surat-surat yang berisikan nasehat agar
mereka yang mampu melanjutkan pendidikan hingga jenjang yang tinggi untuk
selalu bersyukur dan memanfaatkan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya.
Dan tidak hanya itu, buku ini juga dilengkapi dengan beberapa puisi yang
berkaitan dengan sekolah.
Buku
ini sangat cocok untuk remaja karena dapat memberikan semangat dan motivasi
dalam belajar. Juga cocok dibaca oleh semua kalangan. Selamat Membaca!
Oleh Finza
H.
Tholibat Ma’had Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah Medan
dan Anggota FLP Sumatera Utara
Tholibat Ma’had Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah Medan
dan Anggota FLP Sumatera Utara
Jumat, 05 Oktober 2012
Puisi Cipta Arief Wibawa
13.57
FLP Sumatera Utara
1 comment
Kabar
Hidup Mas
bagaimana
kabar hidup, mas?
hari
ini nasi kembali basi
ikan-ikan
membusuk dan
liur
memanu di bibirku
mas,
anak kita menangis
kemarin
ia melihatmu menari
di
sebuah rumah yang katanya bordil
aku
tak percaya, dan ternyata anakmu
memang
salah, sebab kau hanya
menggelinjang
bersama seseorang yang
lidahnya
serupa ular
kabarnya
kau telah mendapat kerja ya, mas?
menjilat-jilat
sepatu
milik
petinggi sebuah negeri,
menghapus
tunggakan rumah,
dan
melupakan aturan-aturan
mas
sekali lagi saja
aku
ingin bertanya,
bagaimana
kabar hidup,
setelah
diri kau jual dengan
takar
setetes ludah?
2012
Kepergian
Embun
berangkatlah
embun
sebelum
matahari datang
dan
meniadakan bening
di
tubuhmu
2012
Sehabis
Meneguk Kopi
sehabis
meneguk kopi
gelas-gelas
itu menghitam
menyisakan
ampas yang segan
kauhisap
sampai dalam
waktu seperti tersekat oleh noda
hitam. mengaburkan segala hari
yang kemudian kita kenal sebagai
memori.
tubuh cokelat sawo milikku pun kusut
menimpa tubuhmu.
menciptakan dunia yang pahit
sepadan rasa kopi
yang tinggal di gelas dan sendok
2012
Yang
di Sana Terus Begini
yang
di sana terus begini
menyimpan gelisah
menunggu kabar pulang
yang
di sana terus begini
merangkai senyum
menyembunyikan rindu
yang
di sana terus begini
mengantar tetanya
mengarak seluruh curiga
yang
di sana terus begini
mendesak air mata
menuntaskan setiap doa
yang
di sana terus begini
melagukan kenang
menghitung setiap sunyi
tentu,
yang
di sana terus begini
mengajarkan kami
mengeja satu baris nama
Ibu….
2012
Sebuah
Kisah
aku selalu ingin menjadi
awan
agar kau tahu bahwa
hujanku adalah bunga
tapi di taman ini selalu
saja sepi
bocah-bocah yang pernah
berlari riang
seperti hilang ditarik
waktu yang silam
pelan-pelan rindu hadir
dan memenuhi cakrawala
memangkas ritual senja
dan semakin menghitamkan malam
beginilah rasa yang
selalu memburuku
lalu, bagaimana
menurutmu?
2012
Puisi: Fitri A. B.
10.52
FLP Sumatera Utara
No comments
Ada Satu Perempuan
Ada satu perempuan yang doanya selalu tanam di nafasku
Ada satu perempuan yang doanya selalu tanam di nafasku
Suatu kali, aku pulang agak terlambat
Kecemasannya adalah debaran jantung angin yang mengusik
tiap sisi kerudungku
Lain waktu, katanya:
“Kau telaga Kautsar
yang akan selalu kujaga meski nanti telah ada setitik bintang yang
menjagamu.”
Tentang perempuan yang cintanya seolah mata air
zam-zam dan teluk Phang Nga
:Ibu
Katakan padanya:
“Ia adalah sajak
berlarik cinta yang tak akan pernah usai kutulis.”
20 Juli 2012
(A simple poem for my
Mom, perempuan yang mengajariku bijaksana melewati hidup.)