Raja Alamakjang XII dari
kerajaan Weleh-weleh terus berjalan menelusuri hutan. Langkahnya telah
jauh sekali meninggalkan kerajaannya. Peluh. Keringatnya terus bercucuran tanpa
henti, kecuali ia beristrahat barang sejenak mengusir lelah. Dan ia belum
pernah berhenti berjalan.
Di sepanjang jalan menelusuri
hutan, sebenarnya raja tak sendiri, ada burung Adurag menemaninya.
Burung Adurag itu terus mengipakkan sayapnya mengikuti sang raja. Tapi sebenarnya
raja tak menginginkan burung adurag itu mengikutinya. “Aku hanya ingin sendiri
menelusuri hutan.” Raja berkata pada burung adurag sewaktu ia melangkahkan
kakinya yang baru 45 langkah memasuki hutan. Ada kekhawatiran dalam diri raja
bila burung adurag tetap mengikuitnya. Tetapi burung adurag itu tak peduli.
Burung adurag terus mengipakkan sayapnya membuntuti pangeran, yang kini entah
keberapa langkah.
Burung adurag bukanlah burung
peliharan raja. Burung adurag ini burung yang teramat sangat langka. Entah dari
mana, entah bagaimana burung adurag itu tercipta. Tak memiliki pasangan. Hanya
ada satu di dunia ini. Tapi yang jelas burung adurag adalah pendamping raja
secara turun temurun. Dan burung adurag memiliki umur yang teramat panjang.
Bahkan katanya abadi.
Menurut hikayat yang turun
temurun diceritakan oleh tetua kerajaan, burung adurag akan muncul secara
tiba-tiba jika sang raja mengalami hati yang gelisah, resah, lelah, lemah, dan
tak ada pilihan lain kecuali bunuh diri untuk mengentaskan permasalahannya.
Maka dari itu datanglah burung adurag itu untuk mendampingi.
Burung adurag akan menemani
raja sampai permasalahan terselesaikan, atau raja yang menyelesaikan dirinya
sendiri! tetua kerajaan menuturkan kisahnya pada raja Alamakjang XII -sebelum menjadi
raja- sewaktu ia kecil, yang sekarang sudah besar dan ia kini terus berjalan
dalam hutan.
Sang raja terus berjalan,
kakinya menginjak ranting-ranting dan dedaunan yang kering. Angin merambat
cepat menghembus dedaunan. Gemersik. Hari masih siang.
Burung
adurag bukan pertama kalinya muncul secara tiba-tiba menemani raja-raja dari
kerajaan Weleh-weleh, ini entah telah kesekian kalinya burung adurag menemani
raja-raja yang memiliki permasalah yang teramat pelik. Tetapi raja-raja
pendahulu yang selalu ditemani burung adurag, mereka selalu mati. Masalah tak
terselesaikan, raja yang menyelesaikan dirinya sendiri.
Raja masih terus berjalan
tanpa lelah, meskipun peluh keringat terus mengucur deras. Nafasnya
tersenggal-sengal. Dia terus berjalan ke suatu daerah yang entah, yang konon
dapat menyelesaikan permasalahan para raja. Tetapi suatu daerah entah itu tak
pernah ditemukan oleh raja-raja sebelumnya-karena terlebih dahulu mengakhiri
hidupnya. Maka dari itu raja dari kerajaan Weleh-weleh ini berusaha sebisa
mungkin untuk menemukan daerah itu. Entah sampai kapan raja terus berjalan, dan
burung adurag terus mengikutinya.
***
Raja yang pertama kali
mendapat permasalahan yang teramat pelik adalah raja Alamakjang IV. Semulanya
raja Alamakjang IV di dalam kekuasaannya tak terdapat masalah, tetapi entah
bagaimana tiba-tiba saja rakyat meradang, melakukan demontrasi besar-besaran di
depan istana kerajaan. Rakyat berpendapat bahwa kekuasaan mutlak harus pada
rakyat, bukan pada raja. Peraturan pemerintahan rakyat yang merumuskannya.
Padahal selama raja Alamakjang IV berkuasa tak ada peraturan yang timpang.
Rakyat pun hidup makmur sejahtera.
Setiap harinya rakyat
melakukan demonstran besar-besaran. Raja Alamakjang IV bertahan pada posisinya
sebagai penguasa. Rakyat semakin berang.
Selidik punya selidik ternyata
rakyat dipengaruhi seorang lelaki yang tak pernah dikenal sebelumnya, yang
entah dari mana datangnya.
Lelaki yang tak dikenal itu
datang, ikut bergabung bersama rakyat-rakyat yang sedang membicarakan kebaikan-kebaikan
raja Alamakjang IV.
“Sungguh! kebaikan-kebaikan Raja Alamakjang IV
menjadikan kita hidup sejahtera.”
“Tuhan telah memberkatinya menjadi raja yang
memihak pada rakyat.”
Di tengah kerumunan rakyat,
lelaki tak dikenal itu tersenyum, kemudian ia angkat bicara.
“Raja Alamakjang IV tidak berpihak pada
rakyat. Beliau hanya terlihat berpihak pada rakyat karena kebutuhan rakyat
selaras dengan keinginannya.”
Mata rakyat tertuju pada
lelaki tak dikenal itu. Mereka terdiam. Terkejut, mendengar pernyataan itu.
Lalu..
“Hai, kamu orang asing! Apa maksudmu berbicara
seperti itu?” salah satu dari mereka bertanya sinis.
Lelaki tak kenal itu
tersenyum, lalu mengeluarkan sebotol minuman dari dalam sakunya. Dan
meneguknya.
“Aku tak bermaksud apa-apa.”
Lelaki tak dikenal itu
tersenyum. Senyum yang mampu meredakan amarah bagi yang melihatnya. Senyum yang
memesona.
Lelaki
tak dikenal itu menjelaskan pada rakyat bahwa ia berbicara seperti itu agar ia
menjadi pusat perhatian. Dengan begitu ia akan mudah mengajak rakyat untuk
turut minum bersama. Minuman yang ada di dalam sebuah botol yang baru saja
diteguknya.
Setiap rakyat yang berkerumun
itu diberi seloki air minum oleh lelaki tak dikenal.
Lalu lelaki tak dikenal itu
pergi entah kemana.
Entah telah berapa hari,
rakyat terus menunggu kedatangan lelaki tak dikenal itu. Ada sesuatu yang
berarti dari lelaki tak dikenal itu : minumannya. Rakyat begitu merindukan
minuman itu untuk diteguk bersama-sama seperti di hari itu.
Tak dinyana, lelaki tak
dikenal itu pun datang kembali, dengan membawa minuman yang sama dengan wadah
yang sama.
Lelaki tak dikenal itu bersama
rakyat meneguk minuman itu. Rakyat tersenyum, memegangi pundak lelaki tak
dikenal itu dengan rasa berterima kasih-minuman yang dibawa lelaki tak dikenal
itu ada 5 botol. Karena rakyat belum pernah meminum minuman seperti yang dibawa
oleh lelaki tak dikenal itu. Raja tak pernah memberikannya.
Di sela-sela menikmati
minuman, lelaki tak dikenal itu berterus terang tentang hal minuman itu.
Minuman itu adalah minuman yang diharamkan oleh raja. Minuman yang memabukkan.
Barang siapa saja yang meminumnya dan ia ketahuan oleh aparat, ia akan dihukum.
Para rakyat terkejut. Dan bimbang.
Rakyat terlanjur menyukai minuman memabukkan itu. Dan pasti hati mereka akan
merindu pada minuman itu, bila benar-benar raja melarang untuk meminum minuman
itu. Bukankah rindu itu menyesakkan dada?
Dari itu dicarilah solusinya.
Agar rakyat bisa meminum minuman itu dengan leluasa, dan dilegalkan oleh
pemerintahan, rakyat yang harus memegang mutlak tampuk pemerintahan dan
merumuskan undang-undang itu sendiri. Rakyat manggut-manggut mendengar ucapan
lelaki tak dikenal itu.
Raja Alamakjang IV menemui
rakyat yang melakukan aksi demo. Ia mengatakan pada rakyat, agar dirinya diberi
kesempatan pergi menelusuri hutan untuk menuju daerah yang entah, seperti apa
yang dikatakan tetuah kerajaan. Maka rakyat dengan secara leluasa boleh meminum
minuman yang memabukkan itu, tetapi untuk merumuskan undang-undang tetaplah
raja. Tak diperbolehkan rakyat merumuskan sesuatu hal pun selama raja belum
kembali dari daerah yang entah, apalagi merumuskannya itu sambil mabuk. Dan
meminum minuman itu belum dilegalkan, keputusan menunggu raja Alamakjang IV
kembali dari daerah yang entah.
Di dalam menelusuri hutan yang
ditemani oleh burung adurag, raja Alamakjang IV tak menemukan daerah yang entah
itu. Setelah perjalanan yang ditempuh 17 hari, ia pun frustasi dan kemudian dengan
rasa penyesalan ia pun bunuh diri.
Begitulah
seterusnya bila ada raja yang mendapatkan masalah yang pelik, maka raja akan
bunuh diri. Tak pernah menemukan daerah yang entah.
***
Perjalanan
raja Alamakjang XII sudah menempuh 8 hari, tetapi daerah entah itu semakin
entah. Pikiran-pikirannya kini pun mulai dirasuki hal yang aneh-aneh. Aku pasti
mati! Aku pasti seperti pendahuluku! Aku tak sanggup! Pekik Raja Alamakjang XII
di tengah malam buta. Suaranya membahana. Dari atas batang pohon, burung adurag
memandangi Raja Alamakjang XII secara awas.
Burung adurag berputar-putar
di atas pohon-pohon tinggi hutan, sesekali menungkik ke arah raja Alamakjang
XII yang masih terlelap. Kadang kala burung adurag berkicau-kicau riang di
samping raja. Raja belum juga bangun. Sepertinya, dari tingkah burung adurag
itu, ia ingin mengabarkan sesuatu pada raja. Pagi telah menjelang.
Risih mendengar kicauan burung
adurag, akhirnya raja tergugah, bangun dari tidurnya. Sinar matahari pagi
menyengat kulitnya. Burung adurag dilihatnya gelisah, berputar-putar di
sekeliling raja. Berkicau-kicau tak keruan. Raja mengerti maksud dari burung
adurag.
Dalam perjalanan kali ini
terjadi perubahan. Raja Alamakjang XII berlari-lari mengikuti kemana burung
adurag terbang. Lari dan terus berlari. Lompat terus melompati batang pohon
yang melintang di jalan menjadi penghalang. Tanganya menyibakkan ilalang di
sebelah kanan dan kirinya. Dan pada akhirnya...
Mata raja Alamakjang XII tak
berkedip melihat apa yang sedang disaksikannya. Ia tertegun di tepi. Matanya
mengedarkan pandangan pada apa yang dilihatnya. Heran, takjub, aneh, begitulah
isyarat matanya memandang. Lalu dia memandang burung adurag, ingin mendapat
pembenaran bahwa apa yang dilihatnya adalah nyata. Burung adurag tak memeperdulikannya,
karena burung adurag berperasaan sama dengan raja Alamakjang XII.
Apa yang sedang dilihat raja
Alamakjang XII adalah kerajaannya sendiri. Di perbatasan raja Alamakjang
berdiri dengan daerah kekuasaannya, ia meyaksikan bagaimana rakyat berhamburan
pada sebuah bangunan megah yang didiami oleh perempuan-perempuan cantik yang
selalu bersolek.
Yang dilihat oleh raja
Alamakjang XII adalah perbuatan yang sesungguhnya dilarang olehnya. Para suami
meninggalkan istri-istri mereka di rumah, lalu mereka bergumul dengan perempuan
cantik pesolek itu di rumah megah, berlampu redup yang berkeriap-keriap.
Dalam rumusan undang-undang
yang ditetapkan oleh raja Alamakjang XII bahwa mendirikan rumah bordil adalah
hal terlarang. Bergumul bersama perempuan-perempuan yang bukan istri-istri
mereka adalah hal terlarang juga.
Ini semua dikarenakan oleh
perempuan yang tak dikenal. Ia cantik lagi anggun dengan wajah yang beseri,
senyum yang memesona layaknya bidadari, yang katanya ia tersesat lalu entah
bagaimana bisa masuk ke daerah kerajaan Weleh-weleh. Lalu ada beberapa orang
rakyat yang mengantarkan perempuan itu ke daerah asalnya. Yang dilihat oleh
rakyat di daerah asal perempuan itu adalah para perempaun cantik yang selalu
berdandan. Dan para perempuan itu, perempuan yang ramah selalu melempar senyum.
Rakyat yang mengantarkan perempuan tak dikenal itu, menginap beberapa hari di
daerah para perempuan yang selalu ramah membawa kehangatan.
Sepulang dari daerah asal
perempuan tak dikenal itu, sebagian rakyat memprovokasi sebagian rakyat yang
lain, agar melakukan demonstrasi besar-besaran di istana raja.
Di depan istana kerajaan para
rakyat menuntut bahwa para perempuan cantik yang selalu bersolek itu dibenarkan
memperluas jaringan bisnisnya di kerajaan Weleh-weleh.
Begitu pun dengan raja-raja
sebelumnya, mereka menentang tuntutan rakyat yang memang bertolak belakang oleh
peraturan yang telah dibuat oleh raja.
Itulah mengapa raja Alamakjang
XII mencari daerah yang entah, yang katanya dapat menyelesaikan permasalahan.
***
Dengan hati yang tak sabar dan
penuh rasa amarah, Raja Alamakjang XII melangkahkan kakinya melewati perbatasan
kekuasaannya sendiri. Begitu kakinya melangkah barulah ia sadar bahwa apa yang
dipijaknya adalah air. Air danau yang begitu luas yang terbentang di atasnya
kerajaan Weleh-weleh.
Inilah daerah yang entah itu,
yang akan mempengaruhi keputusan raja apa yang diinginkan oleh rakyat. Apa yang
digambarkan oleh biasan air danau kepermukaannya maka itulah seharusnya yang
terjadi pada kerajaan Weleh-weleh sesungguhnya! Raja Alamakjang XII tertegun
mendengar ucapan burung adurag. Burung adurag bisa menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi!
Sepulangnya dari daerah entah
itu, raja memutuskan bahwa diperbolehkan bisnis rumah bordil di kerajaan
Weleh-weleh.
Merasa tak dihiraukan lagi
oleh rakyat apa yang dilarang oleh kerajaan, raja Alamakjang menyerahkan
perumusan undang-undang pada rakyat.
***
Kini, di luar gedung istana
para rakyat melakukan demontrasi besar-besaran. Di dalam gedung itu wakil
rakyat mempertimbangkan tuntutan rakyat, bahwa bagi siapa saja pejabat
pemerintahan melakukan korupsi akan dihukum pancung. Sedangkan di tempat
berbeda raja Alamakjang XXI sedang menikmati jamuan makan malam di kerajaan
lain. Burung adurag tetap mengikutinya. Burung adurag berbetuk kecil yang
tersemat di baju safari.
oleh : Muftirom Fauzi Aruan
Tanjung Pasir, Kualuh Selatan, 26 Desember 2012