Jumat, 21 Desember 2012

Anggota FLP cabang Labuhan Batu


Admin : "Oy, lagi ngapai, Tante"
Tante  : "Lagi nyiapin berkas  untuk perekrutan calon Anggota FLP Labuhan Batu, Min. Mimin mau bantu???
Admin : "O, gitu ya, Tante. Pikir Mimin tadi Tante jualan Minuman Gelas. Peace, Tante ^^v"
Tante   : "Hiaaaaaaaaaaaat...."
<CENSORED>
-fin-

Wah, wah wah, apa-apaan adegan di atas. Tak memberikan teladan yang baik, bukan begitu Tante?? Padahal ini mau pemberitahuan hasil seleksi penerimaan calon Anggota FLP cabang Labuhan Batu. (Sayang Mimin tak ikut, setelah lihat dokumentasi kawan-kawan, seharusnya aku nyusul. Wkwkwkwk)

Oke. Back to topic.

Tepat pada tanggal 16 Desember 2012, teman-teman FLP wilayah Sumatera Utara diundang oleh teman-teman yang punya semangat menulis yang sungguh bergejolak untuk datang dan mengadakan Seleksi calon Anggota FLP cabang Labuhan Batu. Sebenarnya kegiatan Seleksi ini telah didahului oleh kegiatan lainnya yang juga bermanfaat sehari sebelumnya.. Ada Bedah Buku "Gue Gak Cupu" oleh penulisnya sendiri yakni mbak Nurul Fauziah, dan juga kegiatan pelatihan menulis Puisi dan Cerpen yang masing-masing dibawakan oleh Bang Arie Azhari Nasution dan Bang Abdi Putra Siregar.

Dari data yang masuk ke Admin, total ada 30 calon Anggota yang berhak melanjutkan ke tahap selanjutnya yakni menjadi Anggota FLP cabang Labuhan Batu. Dan, bagi yang kebetulan belum tertera namanya, janganlah berkecil hati. Kembalilah dan coba lagi jika memang hal tersebut adalah hal yang kau cintai, yakni menjadi penulis yang bermanfaat bagi orang lain. (Hadeuh, tiba-tiba gaya tulisannya agak berat dan berbotbot, salah, salah, berbobot)

Sekilas berikut beberapa dokumentasi dari kegiatan Seleksi calon Anggota FLP cabang Labuhan Batu yang dapat Mimin rangkum.







Berikut Nama-nama yang berhak lanjut ke tahap berikutnya:
No
Nama
No. Peserta
1
Agung Sugiri
82
2
Ahmad Fjar Septian
45
3
Azizah Choirrurah
42
4
dita fadhilah
43
5
Evi Dayanti
20
6
Faedah Puspa Dewi
36
7
Faisal Nasution
17
8
Fitri Lestari Siregar
42
9
Guntur Surya
95
10
Hasanah
7
11
Herlina Hasibuan
83
12
Ismi Widya Kasih
25
13
Kris Hardianto
26
14
M. Fauzi Nasution
22
15
M. Ibnu Syahreza
18
16
Masliadi Kesuma
48
17
Nita Anggriani
6
18
Nurdin Rahmad
79
19
Reki Candra
47
20
Reza Kurniawan
80
21
Rizky Khoirul Pajri
9
22
Sapria Pratama
19
23
Siti Rukmana Sitorus
12
24
Sri Lestari
27
25
Sri Maiyani
33
26
Sri Wulandari
41
27
Tanri Muhammad Abenk
31
28
Tatang Hidayat P.
28
29
Tria Ariska
21
30
Wira Naskah Prasetya
96


Piuh... Akhirnya selesai juga ^_^

Catatan dari Admin:
"Jika ada kemauan besar maka perjuangan mesti dilanjutkan meski seberat apapun rintangannya"

Senin, 22 Oktober 2012

Ibadah, Kunci Bahagia Dunia dan Akhirat



“Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohon pertolongan.” (QS. Al Fatihah : 5), itulah firman Allah yang membuat hati saya tertegun. Ayat tersebut menjelaskan bahwa  ibadah merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan Allah lewat pengontrolan diri dan rasa tunduk kepada-Nya sehingga kita tetap ingat akan kedudukan diri kita sebagai hamba yang akan kembali kepada-Nya dan membutuhkan pertolongan-Nya. Dengan disyari’atkannya ibadah ini, seorang muslim diharapkan menjadi manusia yang mulia akhlaknya dan lurus perilakunya sebagai cerminan ketakwaannya.

Tugas dan tanggung jawab manusia sebenarnya telah nyata dan sangat jelas sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur’an, yaitu tugas melaksanakan ibadah, mengabdikan diri kepada Allah, dan tugas sebagai khalifah-Nya dalam makna mengurus bumi ini mengikuti ketetapan-Nya. Dan tertuang dalam firman Allah “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah (menyembah) kepada-Ku (QS. Az-Zariyat:56).

Kata ibadah mengandung dua makna (ketaatan dan rasa tunduk) yang kemudian mengkristal menjadi satu makna, yaitu puncak kepatuhan yang disertai dengan kecintaan yang menyeluruh. Kecintaan tanpa kepatuhan atau kepatuhan tanpa kecintaan tidak mencerminkan makna ibadah secara hakiki. Perintah Allah ini hendaklah ditunaikan dengan perasaan penuh sadar, kasih dan cinta kepada Allah, bukan karena terpaksa atau karena yang lain.

Ibadah dalam Islam meliputi semua urusan kehidupan manusia yang memiliki paduan yang erat. Tidak ada  pemisahan antara aktivitas kehidupan di dunia dan akhirat. Islam mengajarkan kepada kita bahwa setiap amalan yang kita lakukan akan bernilai di hadapan Allah. Inilah keindahan Islam yang disebut dengan Ad-dien yang lengkap sebagai suaru system hidup yang memberikan kesejahteraan. Dengan kata lain, setiap pekerjaan yang membawa manfaat kepada individu ataupun masyarakat yang tidak  berlawanan dengan syari’at, dikerjakan ikhlas karena Allah, bukan karena mencari kepentingan pribadi dan tidak mengharapkan balasan dari manusia, maka amalan-amalan yang demikian akan menjadi ibadah.

Setiap ibadah dalam Islam, apakah itu shalat, membayar zakat, melaksanakan puasa dan menunaikan haji memilki dua dimensi. Pertama, kegiatan ibadah dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban atau panggilan Allah dalam rangka hablum minallah. Kedua, ibadah yang dilakukan untuk yang memilki implikasi sosial. Dalam dimensi kewajiban, ibadah shalat lima waktu, membayar zakat, menjalankan puasa, dan menunaikan haji wajib hukumnya bagi seorang muslim yang mampu untuk menunaikannya. Bila ibadah dalam rangka hablum minallah memiliki implikasi sosial (hablum minannas) yang positif, dan bila nilai-nilai baik yang terkandung di dalamnya terpadu dalam diri seorang muslim dan secara terus menerus diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, maka ia adalah mukmin, muslim, dan sekaligus muhsin.

Adapun pengaruh ibadah pada diri seorang muslim sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 21, yang artinya; "Wahai sekalian manusia, beribadahlah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertakwa". Sehubungan dengan ini, seorang yang taat beribadah seharusnya akan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangannya. Ibadah akan menciptakan seorang mukmin yang berbahagia di dunia dan akhirat. Allah menyatakan hal ini dalam surat Al-Mukminun yang artinya sebagai berikut: "Sesungguhnya berbahagialah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kelaminnya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat yang dipikulnya dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya, mereka itulah yang akan menjadi pewaris yakni akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (Al-Mukminun 1-11).

 Semua ibadah kalau dilaksanakan dengan baik akan menimbulkan ketenangan jiwa, melepaskan keresahan dan kegelisahan jiwa. Dalam surat Al-Ma'arij Allah menyatakan sebagai berikut yang artinya: "Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat" (QS. Al-Ma’arij :19-22). Dalam surat Ar-Ra'du Allah menyatakan, artinya; "Ketahuilah bahwa dengan berdzikir/ mengingat Allah, hati akan menjadi tenang". ( QS. Ar-Ra'd 28).

 “Di antara kunci-kunci rizki adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya.” Yakni hendaklah seorang hamba beribadah dengan hati dan jasadnya, khusyu’ dan merendahkan diri di hadapan, menghadirkan (dalam hati) betapa besar keagungan Allah, benar-benar merasakan kedekatan ketika sedang bermunajat kepada Allah Yang Maha Menguasai dan Maha Menentukan. Yakni beribadah sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits, “Hendaklah, kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim). Rasulullah bersabda, “Tuhan kalian berfirman, ‘Wahai anak Adam, beribadahlah kepada-Ku sepenuhnya, niscaya Aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak Adam!, jangan jauhi Aku sehingga Aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan.”(HR. al-Hakim di dalam al-Mustadrak ‘alash Shahihain, Syaikh Albani menshahihkannya dalam Silsilatul Ahadits ash-Shahihah)

Oleh: Sri Efriyanti Harahap

Ketika Janji Harus Dipenuhi


Judul               : Sandiwara Langit
Pengarang      : Abu Umar Basyier
Tahun             : Cetakan kedua belas, Januari 2012
Penerbit         : Shafa Publika
ISBN                : 97917922-0-2


            Beragam pendapat ketika berbicara tentang nikah muda. Mulai dari pendapat yang positif sampai pendapat yang negatif sekali pun, seolah ini adalah fenomena baru di negeri ini. Namun sangat disayangkan pendapat mereka yang mengatakan bahwa nikah muda penyebabnya tak lain adalah hamil sebelum nikah. Mirisnya lagi pendapat ini didukung oleh beberapa fakta yang memang benar terjadi. Beginikah potret remaja saat ini. Eits… tunggu dulu. Tidak semua mereka yang memutuskan untuk menikah di usia muda karena MBA (Married By Accident ), fakta lain-sebagian besar dari mereka juga berhasil meniti kehidupan rumah tangga di usia yang muda tanpa alasan hamil di luar nikah.

            Rizqoon misalnya. Pemuda yang menjadi tokoh utama dalam novel ‘Sandiwara Langit’ ini masih berusia 18 tahun. Namun keinginannya untuk menikah begitu besar karena ia begitu paham betapa besar peluang seseorang untuk terjerumus ke dalam pergaulan yang salah yang berujung pada zina. Inilah yang membulatkan tekadnya untuk segera menikah. Namun tidak selamanya harapan berbanding lurus dengan kenyataan. Pasalnya, wanita yang ingin dinikahinya juga bukan wanita sembarangan, dan usianya juga tak jauh berbeda dengannya-hanya selisih setahun saja. Lalu apa sebenarnya yang menghalangi keinginan Rizqoon untuk menikahi gadis itu.

            Abu Umar Basyier, selaku penulis seolah ingin mengajak pembaca untuk terus beranjak dari satu halaman ke halaman lainnya. Karena kisah yang tersaji dalam buku ini bukanlah kisah biasa-biasa saja, dan yang lebih membuat kita berdecak kagum membacanya adalah penulis yang mengemas kisah nyata ini dalam bahasa yang indah dan mengharukan. Rizqoon pun kian mengukuhkan niatnya untuk menikahi gadis yang lain bernama Halimah itu. Namun, calon mertuanya memberikannya syarat yang baginya cukup berat. Statusnya sebagai pengangguran saat itu membuat calon mertuanya berpikir berulang kali untuk memberikan izin kepadanya. Maka ia diberikan dua syarat, dalam waktu 10 tahun ia harus mampu memberikan kehidupan yang layak untuk Halimah kalau tidak ia harus menceraikan Halimah. Jika ia tidak menyanggupi syarat itu maka ia harus mencari wanita lain untuk dinikahinya.

            Haru. Begitulah perasaan yang terbesit ketika membaca buku terbitan Shafa ini. Kisah haru ini belum berakhir sampai di situ saja, setelah menceritakan semua masalahnya kepada seorang ustadz, akhirnya Rizqoon memutuskan untuk tetap menikahi Halimah yang mungkin sebenarnya ia ragu akan keputusannya, mengingat 10 tahun bukanlah waktu yang singkat. Namun ia beruntung sekali menikah dengan wanita yang begitu ikhlas.

            Tuntutan memberikan kehidupan yang layak untuk sang istri membuat Rizqoon tak tinggal diam, segala usaha telah dilakoninya, sampai akhirnya ia menjadi pengusaha roti yang berkembang pesat. Namun siapa yang tahu akan nasib seseorang. Tepat 1 hari sebelum usia pernikahan mereka genap 10 tahun, seluruh pabrik rotinya terbakar. Cerai. Ya! Itulah janji yang harus ia tepati kepada mertuanya, karena dibutuhkan waktu yang lama untuk memperbaiki kehidupannya seperti semula, bagaimana mungkin ia bisa memberikan kehidupan yang layak untuk istrinya. Padahal nyaris syarat itu ia penuhi. “Atas dasar kepedihan hati yang mendalam, yang hanya Allah yang tahu: ‘Saya menalaqmu Adinda….’”(Hlm. 135)

            Ibarat menonton sebuah film ketika membaca buku ini. Benarkah mereka akan bercerai? Akankah sang mertua tetap pada pendiriannya? Lalu bagaimana akhir kisah mereka? Selamat membaca.
Oleh: Finza H.
Tholibat Ma’had Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah dan, 
Anggota FLP Sumatera UtaraMedan
           

Rabu, 10 Oktober 2012

Karena Aku Harus Sekolah


Judul               :  Aku Ingin Sekolah
Pengarang      : Muktia Lestari, dkk
Tahun             : Cetakan Pertama, Juni 2012
Penerbit         : Pohon Cahaya (AMB Publishing)
ISBN                : 978-602-9485-35-6

Sekolah adalah kebutuhan dari setiap kita. Tak seorang pun yang ingin dirinya menjadi orang yang bodoh. Sebab itulah para orangtua ingin anaknya bisa terus melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang yang tinggi. Namun di era globalisasi seperti saat ini, sekolah menjadi suatu angan-angan bagi sebagian besar dari kita, karena tingginya biaya pendidikan saat ini.

Fenomena putus sekolah karena mahalnya biaya bukan menjadi fenomena baru lagi bagi di negeri ini. Bisa kita lihat mereka yang tinggal jauh dari kota, hanya sebagian kecil saja  yang mampu bersekolah itu pun di sekolah yang berfasilitas seadanya. Inilah potret suram pendidikan negeri ini. Mengingat peliknya problema ini, komunitas Ayo Menulis Buku (AMB) tergerak untuk menghadirkan buku yang menyajikan tema tentang masalah pendidikan.

Buku “Aku ingin Sekolah” ini berisi kumpulan kisah perjuangan seorang yang ingin melanjutkan pendidikan khususnya melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Menariknya, sebagian besar kisah dalam buku ini merupakan kisah nyata dari penulis. Bahasa yang disajikan pun sederhana sehingga dapat menyentuh hati.

“Kalau gak ada uang, ya berhenti saja…” Begitulah kalimat pembuka kisah yang berjudul ‘Anatara Ibu, Ayah, dan Sekolah’ yang merupakan salahsatu kisah menarik yang tersaji dalam buku ini. Kisah yang ditulis oleh Molzania ini, menceritakan tentang perjuangannya untuk bisa meneruskan sekolah. Keluarganya hanya mampu mengharapkan bantuan dari kakak-kakak ibunya. Ayahnya adalah lulusan Universitas Indonesia (UI) dan berbagai penghargaan menulis tingkat internasional pun sudah didapatnya. Namun pada tahun 1995 ayahanya dipecat dari pekerjaannya menjadi wartawan saat itu. Mirisnya lagi penulis menceritakan bahwa ayahnya adalah seorang yang kurang bertanggungjawab hingga akhirnya ibunya lah yang harus banting tulang mencari biaya untuk memenuhi biaya sekolahnya. Sampai pada akhirnya ibunya terkena penyakit Aneurisma-sejenis penyakit pecah pembuluh darah.

Masih banyak lagi kisah menyentuh lainnya yang terangkum dalam buku terbitan pohon cahaya ini, karena buku ini ditulis oleh 28 orang penulis yang berasal dari berbagai kota di Indonesia. Kisah-kisah yang diharapkan mampu mengetuk nurani para pembaca, pun di dalamnya terdapat surat-surat yang berisikan nasehat agar mereka yang mampu melanjutkan pendidikan hingga jenjang yang tinggi untuk selalu bersyukur dan memanfaatkan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Dan tidak hanya itu, buku ini juga dilengkapi dengan beberapa puisi yang berkaitan dengan sekolah.

Buku ini sangat cocok untuk remaja karena dapat memberikan semangat dan motivasi dalam belajar. Juga cocok dibaca oleh semua kalangan. Selamat Membaca!

Oleh Finza H. 
Tholibat Ma’had Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah Medan
dan Anggota FLP Sumatera Utara


Antara Manfaat dan Kesia-siaan

Pernahkah kita merasa dalam satu perkumpulan, organisasi, grup, atau ketika kita bersama teman, kita seakan-akan tidak ada gunanya?

Sebagian orang pasti pernah merasakan hal itu. Bahkan saya sendiri pernah mengalaminya. Bisa juga kita pernah dihina atau dicaci pada perkumpulan itu.

Jangan sedih, tapi berbahagialah.
Jangan emosi, tapi tenanglah.
Jangan benci, tapi bersyukurlah.
Karena Allah telah menunjukkan kita pada suatu kebaikan.

Akhirilah segala sesuatu dengan hal yang positif.
Maka semua akan terasa indah.

Lalu sering muncul pertanyaan, "Bagaimana jika aku nggak bisa terima jika diperlakukan seperti ini, tidak adil, masa harus diam saja!"

Maka saya akan menjawab, "Tentu saja kita tidak akan diam. Tapi kita akan berubah. Change ur mind, ur think, ur heart, then make a sacrifice."

Masih ingatkah kita peristiwa Nabi Muhammad pindah dari kota Makkah ke Madinah, namun ia diterima baik oleh kaum Anshar.

Atau kisah Hajar di masa Ibrahim yang dirinya juga tidak diterima karena melahirkan Ismail akhirnya hijrah ke suatu daerah asing dari Makkah ke Palestina, mendaki dari bukit Shafa ke bukit Marwah karena kehausan&air susunya mengering, lalu ia ditolong Jibril dengan menghentakkan kaki dan keluarlah air dari tahah; dinamakan mata air Zamzam.

Masih banyak kisah lagi tentang hal ini, seperti pasien yang tidak kunjung sembuh berobat ke satu tempat, ke tempat lain sehingga menemukan dokter yang tepat dan berusaha juga mencari penanganan yang tepat sehingga ia menjadi sehat.

Allah Maha Baik, Dia ada dan akan melindungi kita di mana pun berada. Rahmat dan barakah-Nya akan turun bila kita punya 2 hal: iman dan perjuangan yang bermanfaat.

Mengapa 2 hal ini penting?
Karena iman sesungguhnya adalah keyakinan yang akan selalu menyertai kita baik dalam pikiran, emosi dan tindakan kita.
Sesuatu yang selalu diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan dijalani dengan perbuatan atau tindakan kita.

Setelah semua bisa kita genggam selanjutnya adalah perjuangan yang bermanfaat. Kita berjuang untuk membentuk sesuatu yang bermanfaat. Kita buat perubahan.


-Perubahan tempat
Carilah tempat yang membuat kita nyaman, bahagia dan bisa menikmati segala sesuatu dengan penuh syukur. Sehingga kita menjadi manusia yang punya semangat tinggi untuk berbuat yang bermanfaat. Bergaullah dengan orang-orang yang menerima kita dengan baik.

Percayalah, di satu tempat kita tidak dibutuhkan tapi di tempat lain kelebihan yang kita miliki sangat dibutuhkan. Maka di sinilah kita merasakan keberadaan kita diterima dengan baik.

-Perubahan Pikiran, Emosi dan Tindakan
Ubahlah pikiran buruk/sedih, emosi yang tidak terkontrol dan tindakan yang sia-sia dari diri kita ke arah yang lebih banyak manfaatnya buat orang 'Give More', ke arah lebih muncul positifnya maka kita menjadi lebih baik, lebih keren, lebih pantas untuk dihargai dan dihormati.

Langkah perubahan terhadap masalah kita akan terpecahkan dengan baik dan seutuhnya jika kita sesuaikan dengan tuntunan Allah dan Rasul karena semua informasi ada di Al-Qur'an, al-hadist dan Kisah para sahabat.

Yakinlah, "Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah', maka terjadilah ia." (Yaasiin: 82)

Bukan hanya hal itu saja yang akan kita dapatkan, tapi ada juga hal lain yaitu kita menjadi peka terhadap lingkungan sekitar kita. Karena kita disini mendapat ilmu. Addzauq fauqol ilm, kepekaan adalah di atas ilmu. Praktik kepekaan dan ilmu berbanding lurus karena itu kita sering mendapatkan faedah. Ini makna pendidikan seseungguhnya, peka terhadap keadaan, lingkungan, dll.


Dengan kita peka terhadap apapun maka kita dapat memberi manfaat, kebaikan, bantuan, ilmu kepada orang lain secara ikhlas.

Waw, keren banget ya jika kita keluar dari tempat yang sia-sia menuju tempat yang bermanfaat. Kesuksesan akan selalu menyertai kita.


Pesan motivasi yang saya buat dan tanamkan di hati:
"Jangan dekat bersama orang yang sama sekali tidak pernah memperhatikan kita, menyapa kita atau memberi manfaat bagi hidup kita, karena sungguh itu akan membawa kita pada kesia-siaan."



Salam santun,
~Evi A.~
Medan, 4 Oktober 2012

Jumat, 05 Oktober 2012

Puisi Cipta Arief Wibawa

Kabar Hidup Mas

bagaimana kabar hidup, mas?
hari ini nasi kembali basi
ikan-ikan membusuk dan
liur memanu di bibirku

mas, anak kita menangis
kemarin ia melihatmu menari
di sebuah rumah yang katanya bordil
aku tak percaya, dan ternyata anakmu
memang salah, sebab kau hanya
menggelinjang bersama seseorang yang
lidahnya serupa ular

kabarnya kau telah mendapat kerja ya, mas?
menjilat-jilat sepatu
milik petinggi sebuah negeri,
menghapus tunggakan rumah,
dan melupakan aturan-aturan

mas sekali lagi saja
aku ingin bertanya,
bagaimana kabar hidup,
setelah diri kau jual dengan
takar setetes ludah?

2012

Kepergian Embun

berangkatlah embun
sebelum matahari datang
dan meniadakan bening
di tubuhmu

2012
Sehabis Meneguk Kopi

sehabis meneguk kopi
gelas-gelas itu menghitam
menyisakan ampas yang segan
kauhisap sampai dalam

waktu seperti tersekat oleh noda
hitam. mengaburkan segala hari
yang kemudian kita kenal sebagai
memori.

tubuh cokelat sawo milikku pun kusut
menimpa tubuhmu.
menciptakan dunia yang pahit
sepadan rasa kopi
yang tinggal di gelas dan sendok

2012




Yang di Sana Terus Begini

yang di sana terus begini
            menyimpan gelisah
                        menunggu kabar pulang
yang di sana terus begini
            merangkai senyum
                        menyembunyikan rindu
yang di sana terus begini
            mengantar tetanya
                        mengarak seluruh curiga
yang di sana terus begini
            mendesak air mata
                        menuntaskan setiap doa
yang di sana terus begini
            melagukan kenang
                        menghitung setiap sunyi

tentu,
yang di sana terus begini
            mengajarkan kami
                        mengeja satu baris nama
Ibu….

2012



Sebuah Kisah

aku selalu ingin menjadi awan
agar kau tahu bahwa hujanku adalah bunga

tapi di taman ini selalu saja sepi
bocah-bocah yang pernah berlari riang
seperti hilang ditarik waktu yang silam

pelan-pelan rindu hadir dan memenuhi cakrawala
memangkas ritual senja dan semakin menghitamkan malam
beginilah rasa yang selalu memburuku
lalu, bagaimana menurutmu?

2012

Puisi: Fitri A. B.

Ada Satu Perempuan

Ada satu perempuan yang doanya selalu tanam di nafasku
Suatu kali, aku pulang agak terlambat
Kecemasannya adalah debaran jantung angin yang mengusik tiap sisi kerudungku
Lain waktu, katanya:
“Kau telaga Kautsar  yang akan selalu kujaga meski nanti telah ada setitik bintang yang menjagamu.”

Tentang perempuan yang cintanya seolah mata air zam-zam dan teluk Phang Nga
:Ibu
Katakan padanya:
“Ia adalah sajak berlarik cinta yang tak akan pernah usai kutulis.”

20 Juli 2012
(A simple poem for my Mom, perempuan yang mengajariku bijaksana melewati hidup.)

Jumat, 28 September 2012

Selamatkan Lisan dari Petaka


            Lisan adalah anugerah Allah yang patut kita syukuri sebab tanpa lisan kita tidak dapat berbicara sedikitpun. Meski ukurannya kecil namun perannya begitu penting bagi kehidupan kita. Betapa tidak, lisanlah yang menghantarkan kita ke surga atau ke neraka.

            Lisan tak ubahnya pedang. Apabila kita menggunakannya dengan benar maka ia bisa menjadi perisai bagi kita, namun jika kita salah dalam menggunakannya maka ia justru menjadi boomerang bagi kita. Itulah mengapa Rasullah SAW sangat menekankan kepada umatnya untuk benar-benar memelihara lisannya.

            Dari Sufyan Bin Abdullah Ats-Tsaqofi, Dia berkata, “Saya telah bertanya, ‘Wahai Rasullah, katakanlah kepadaku satu urusan untuk aku jadikan pegangan,’ Rasullah bersabda ‘Katakanlah Rabbku adalah Allah, kemudian istiqomahlah!’ Aku berkata, ‘Wahai Rasullah, sesuatu apakah yang paling engkau takutkan dariku?’ Kemudian beliau memegang lidahnya dan bersabda, ‘Ini’ (Lisannya).” (HR. Tirmidzi)

            Hadits di atas menunjukkan pada kita bahwa lisan adalah sesuatu yang memiliki bahaya besar bagi kita. Sampai-sampai Rasullah merasa takut kalau kita salah dalam menggunakannya. Dan diam merupakan perkara yang lebih baik jika kita tidak bisa berkata yang baik.

            “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (Muttafaq ‘alaih)

            Bahaya lisan tampaknya tak begitu disadari oleh pemiliknya. Buktinya kita jarang sekali menyadari gerak lisan kita. Hanya dalam hitungan detik lisan kita mampu mengeluarkan berbagai kata, entah itu baik atau tidak. Lalu lisan yang bagaimanakah yang mendatangkan petaka?

  1. Menyakiti Tetangga
Dari Abu Huroiroh RA, ia berkata: Ada seorang lelaki mengatakan, “Wahai Rasullah, si fulanah terkenal banyak sholat, puasa dan sedekahnya. Sayangnya, ia suka menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Rasullah bersabda, ‘Dia di neraka.’ Lelaki itu berkata lagi, ‘Wahai Rasullah, ada lagi si fulanah, dia terkenal sedikit puasa, sedekah, dan sholatnya. Tetapi ia suka memberi sedekah walaupun hanya sepotong roti dan tidak suka menyakiti tetangganya dengan lisannya.’ Beliau bersabda, “Dia di surga.” (HR. Ahmad)

            Inilah perkara yang sering kali kita lupakan. Bahwa Islam bukan hanya akidah, tetapi juga ibadah, akhlak, serta muamalah (Cara bergaul). Ibadah yang banyak tidak menjamin diri kita ke surga, pun sebaliknya ibadah yang menurut kita sedikit belum tentu mengantarkan kita ke neraka. Subhallah. Di sinilah kita ditutuntut untuk bertawadzun (Seimbang) dalam megamalkan seluruh perintah Allah baik dalam konteks ibadah maupun akhlak. Lagi-lagi lisan memiliki peran penting dalam ibadah dan akhlak seseorang. Sempurna ibadahnya namun sayang ia lupa dengan benda yang Rasul sudah memerintahkan untuk memperhatikannya. Semoga kita terhidar dari lisan seperti ini.

  1. Mengghibah Orang Lain
Rasullah SAW pernah ditanya tentang pengertian ghibah kemudian beliau menjawab, “Engkau menyebut saudaramu dengan perkara yang tidak ia sukai.” Si penanya kembali bertanya “Bagaiamana kalau kenyataannya ia memang demikian?” Beliau bersabda “Jika benar ia seperti yang kau katakan, engkau telah mengghibahnya. Jika tidak, maka engaku telah memfitnahnya.” (HR. Tirmidzi)

Dua petaka mengancam ketika kita membicarakan orang lain. Pertama petaka akibat menggunjing, kedua petaka fitnah yang nyaris tak bisa kita hindarkan ketika menggunjing orang lain. Allah telah mengingatkan kita:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [Al-Hujurat : 12]


  1. Meng’kafir’kan orang lain dan berdakwah tanpa amal
Fenomena menyedihkan saat ini, dimana kita sesama umat Islam dengan mudahnya mengupat sauadara seakidahnya dengan kata “Kafir” padahal belum tentu ia lebih baik dari orang yang dikatakannya kafir.

“Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya, ‘Hai kafir’ maka sungguh salah seorang dari keduanya kembali dengan menyandang kekufuran itu.” (HR. Bukhory-Muslim)

Demikian pula halnya dalam berdakwah, acapakali kita lalai dengan apa yang kita sampaikan. Kita mengajak orang lain untuk berbuat baik tetapi kita sendiri lalai dalam pengamalannya. Tiada petaka yang lebih buruk dari petaka ini.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.” (Ash-Shaf: 2—3)

Kini jelas bagi kita tiada bahaya yang lebih besar dari bahaya lisan. Namun di sisi lain lisan jualah yang dapat mengantarkan kita ke surga. Yaitu lisan yang terhindar dari perkara buruk dan senatiasa berdzikir. Berdzikir adalah suatu perkara yang juga mudah diucapkan oleh lisan kita. Banyak sekali kalimat-kalimat yang mudah kita ucapkan namun memiliki nilai besar di sisi Allah Ta’ala. Diantaranya:

“Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ada dua kalimat yang dicintai oleh Allah, ringan di lisan, dan berat ditimbangan: (yaitu bacaan) subhaanallaahi wa bihamdihi subhaanallaahil ‘adzim [Mahasuci Allah dan dengan memujiNya, Mahasuci Allah Yang Mahaagung]” (HR. Al Bukhari)

Dan ada kalimat yang benar-benar akan menyelamatkan kita dari neraka jika kita bersungguh-sungguh dalam memaknainya. Yaitu kalimat “Laa ilaha illallah Muhammadar rasullah.

           Sekali lagi hanya ada dua pilihan bagi kita, berkata yang baik atau diam. Dan mari kita bahasi lisan kita dengan dzikir kepada Allah.


Allahu Musata’an. Wallahu Ta’ala Bish-showwab.

Oleh: Fitri Arniza
#Penulis adalah Tholibat Ma’had Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah Medan
 dan Anggota FLP Sumatera Utara.