Rabu, 13 Maret 2013

Raja Alamakjang



Raja Alamakjang XII dari kerajaan Weleh-weleh terus berjalan menelusuri hutan. Langkahnya telah jauh sekali meninggalkan kerajaannya. Peluh. Keringatnya terus bercucuran tanpa henti, kecuali ia beristrahat barang sejenak mengusir lelah. Dan ia belum pernah berhenti berjalan.

Di sepanjang jalan menelusuri hutan, sebenarnya raja tak sendiri, ada burung Adurag menemaninya. Burung Adurag itu terus mengipakkan sayapnya mengikuti sang raja. Tapi sebenarnya raja tak menginginkan burung adurag itu mengikutinya. “Aku hanya ingin sendiri menelusuri hutan.” Raja berkata pada burung adurag sewaktu ia melangkahkan kakinya yang baru 45 langkah memasuki hutan. Ada kekhawatiran dalam diri raja bila burung adurag tetap mengikuitnya. Tetapi burung adurag itu tak peduli. Burung adurag terus mengipakkan sayapnya membuntuti pangeran, yang kini entah keberapa langkah.

Burung adurag bukanlah burung peliharan raja. Burung adurag ini burung yang teramat sangat langka. Entah dari mana, entah bagaimana burung adurag itu tercipta. Tak memiliki pasangan. Hanya ada satu di dunia ini. Tapi yang jelas burung adurag adalah pendamping raja secara turun temurun. Dan burung adurag memiliki umur yang teramat panjang. Bahkan katanya abadi.

Menurut hikayat yang turun temurun diceritakan oleh tetua kerajaan, burung adurag akan muncul secara tiba-tiba jika sang raja mengalami hati yang gelisah, resah, lelah, lemah, dan tak ada pilihan lain kecuali bunuh diri untuk mengentaskan permasalahannya. Maka dari itu datanglah burung adurag itu untuk mendampingi.

Burung adurag akan menemani raja sampai permasalahan terselesaikan, atau raja yang menyelesaikan dirinya sendiri! tetua kerajaan menuturkan kisahnya pada raja Alamakjang XII -sebelum menjadi raja- sewaktu ia kecil, yang sekarang sudah besar dan ia kini terus berjalan dalam hutan.  

Sang raja terus berjalan, kakinya menginjak ranting-ranting dan dedaunan yang kering. Angin merambat cepat menghembus dedaunan. Gemersik. Hari masih siang. 

            Burung adurag bukan pertama kalinya muncul secara tiba-tiba menemani raja-raja dari kerajaan Weleh-weleh, ini entah telah kesekian kalinya burung adurag menemani raja-raja yang memiliki permasalah yang teramat pelik. Tetapi raja-raja pendahulu yang selalu ditemani burung adurag, mereka selalu mati. Masalah tak terselesaikan, raja yang menyelesaikan dirinya sendiri.

Raja masih terus berjalan tanpa lelah, meskipun peluh keringat terus mengucur deras. Nafasnya tersenggal-sengal. Dia terus berjalan ke suatu daerah yang entah, yang konon dapat menyelesaikan permasalahan para raja. Tetapi suatu daerah entah itu tak pernah ditemukan oleh raja-raja sebelumnya-karena terlebih dahulu mengakhiri hidupnya. Maka dari itu raja dari kerajaan Weleh-weleh ini berusaha sebisa mungkin untuk menemukan daerah itu. Entah sampai kapan raja terus berjalan, dan burung adurag terus mengikutinya.
***
Raja yang pertama kali mendapat permasalahan yang teramat pelik adalah raja Alamakjang IV. Semulanya raja Alamakjang IV di dalam kekuasaannya tak terdapat masalah, tetapi entah bagaimana tiba-tiba saja rakyat meradang, melakukan demontrasi besar-besaran di depan istana kerajaan. Rakyat berpendapat bahwa kekuasaan mutlak harus pada rakyat, bukan pada raja. Peraturan pemerintahan rakyat yang merumuskannya. Padahal selama raja Alamakjang IV berkuasa tak ada peraturan yang timpang. Rakyat pun hidup makmur sejahtera.

Setiap harinya rakyat melakukan demonstran besar-besaran. Raja Alamakjang IV bertahan pada posisinya sebagai penguasa. Rakyat semakin berang.

Selidik punya selidik ternyata rakyat dipengaruhi seorang lelaki yang tak pernah dikenal sebelumnya, yang entah dari mana datangnya.

Lelaki yang tak dikenal itu datang, ikut bergabung bersama rakyat-rakyat yang sedang membicarakan kebaikan-kebaikan raja Alamakjang IV.

 “Sungguh! kebaikan-kebaikan Raja Alamakjang IV menjadikan kita hidup sejahtera.”

 “Tuhan telah memberkatinya menjadi raja yang memihak pada rakyat.”

Di tengah kerumunan rakyat, lelaki tak dikenal itu tersenyum, kemudian ia angkat bicara.

 “Raja Alamakjang IV tidak berpihak pada rakyat. Beliau hanya terlihat berpihak pada rakyat karena kebutuhan rakyat selaras dengan keinginannya.”

Mata rakyat tertuju pada lelaki tak dikenal itu. Mereka terdiam. Terkejut, mendengar pernyataan itu. Lalu..

 “Hai, kamu orang asing! Apa maksudmu berbicara seperti itu?” salah satu dari mereka bertanya sinis.

Lelaki tak kenal itu tersenyum, lalu mengeluarkan sebotol minuman dari dalam sakunya. Dan meneguknya.

 “Aku tak bermaksud apa-apa.”

Lelaki tak dikenal itu tersenyum. Senyum yang mampu meredakan amarah bagi yang melihatnya. Senyum yang memesona.

            Lelaki tak dikenal itu menjelaskan pada rakyat bahwa ia berbicara seperti itu agar ia menjadi pusat perhatian. Dengan begitu ia akan mudah mengajak rakyat untuk turut minum bersama. Minuman yang ada di dalam sebuah botol yang baru saja diteguknya.

Setiap rakyat yang berkerumun itu diberi seloki air minum oleh lelaki tak dikenal.

Lalu lelaki tak dikenal itu pergi entah kemana.

Entah telah berapa hari, rakyat terus menunggu kedatangan lelaki tak dikenal itu. Ada sesuatu yang berarti dari lelaki tak dikenal itu : minumannya. Rakyat begitu merindukan minuman itu untuk diteguk bersama-sama seperti di hari itu.

Tak dinyana, lelaki tak dikenal itu pun datang kembali, dengan membawa minuman yang sama dengan wadah yang sama.

Lelaki tak dikenal itu bersama rakyat meneguk minuman itu. Rakyat tersenyum, memegangi pundak lelaki tak dikenal itu dengan rasa berterima kasih-minuman yang dibawa lelaki tak dikenal itu ada 5 botol. Karena rakyat belum pernah meminum minuman seperti yang dibawa oleh lelaki tak dikenal itu. Raja tak pernah memberikannya.

Di sela-sela menikmati minuman, lelaki tak dikenal itu berterus terang tentang hal minuman itu. Minuman itu adalah minuman yang diharamkan oleh raja. Minuman yang memabukkan. Barang siapa saja yang meminumnya dan ia ketahuan oleh aparat, ia akan dihukum.

Para rakyat terkejut. Dan bimbang. Rakyat terlanjur menyukai minuman memabukkan itu. Dan pasti hati mereka akan merindu pada minuman itu, bila benar-benar raja melarang untuk meminum minuman itu. Bukankah rindu itu menyesakkan dada?

Dari itu dicarilah solusinya. Agar rakyat bisa meminum minuman itu dengan leluasa, dan dilegalkan oleh pemerintahan, rakyat yang harus memegang mutlak tampuk pemerintahan dan merumuskan undang-undang itu sendiri. Rakyat manggut-manggut mendengar ucapan lelaki tak dikenal itu.

Raja Alamakjang IV menemui rakyat yang melakukan aksi demo. Ia mengatakan pada rakyat, agar dirinya diberi kesempatan pergi menelusuri hutan untuk menuju daerah yang entah, seperti apa yang dikatakan tetuah kerajaan. Maka rakyat dengan secara leluasa boleh meminum minuman yang memabukkan itu, tetapi untuk merumuskan undang-undang tetaplah raja. Tak diperbolehkan rakyat merumuskan sesuatu hal pun selama raja belum kembali dari daerah yang entah, apalagi merumuskannya itu sambil mabuk. Dan meminum minuman itu belum dilegalkan, keputusan menunggu raja Alamakjang IV kembali dari daerah yang entah.

Di dalam menelusuri hutan yang ditemani oleh burung adurag, raja Alamakjang IV tak menemukan daerah yang entah itu. Setelah perjalanan yang ditempuh 17 hari, ia pun frustasi dan kemudian dengan rasa penyesalan ia pun bunuh diri.

            Begitulah seterusnya bila ada raja yang mendapatkan masalah yang pelik, maka raja akan bunuh diri. Tak pernah menemukan daerah yang entah.
***
            Perjalanan raja Alamakjang XII sudah menempuh 8 hari, tetapi daerah entah itu semakin entah. Pikiran-pikirannya kini pun mulai dirasuki hal yang aneh-aneh. Aku pasti mati! Aku pasti seperti pendahuluku! Aku tak sanggup! Pekik Raja Alamakjang XII di tengah malam buta. Suaranya membahana. Dari atas batang pohon, burung adurag memandangi Raja Alamakjang XII secara awas.

Burung adurag berputar-putar di atas pohon-pohon tinggi hutan, sesekali menungkik ke arah raja Alamakjang XII yang masih terlelap. Kadang kala burung adurag berkicau-kicau riang di samping raja. Raja belum juga bangun. Sepertinya, dari tingkah burung adurag itu, ia ingin mengabarkan sesuatu pada raja. Pagi telah menjelang.

Risih mendengar kicauan burung adurag, akhirnya raja tergugah, bangun dari tidurnya. Sinar matahari pagi menyengat kulitnya. Burung adurag dilihatnya gelisah, berputar-putar di sekeliling raja. Berkicau-kicau tak keruan. Raja mengerti maksud dari burung adurag.

Dalam perjalanan kali ini terjadi perubahan. Raja Alamakjang XII berlari-lari mengikuti kemana burung adurag terbang. Lari dan terus berlari. Lompat terus melompati batang pohon yang melintang di jalan menjadi penghalang. Tanganya menyibakkan ilalang di sebelah kanan dan kirinya. Dan pada akhirnya...

Mata raja Alamakjang XII tak berkedip melihat apa yang sedang disaksikannya. Ia tertegun di tepi. Matanya mengedarkan pandangan pada apa yang dilihatnya. Heran, takjub, aneh, begitulah isyarat matanya memandang. Lalu dia memandang burung adurag, ingin mendapat pembenaran bahwa apa yang dilihatnya adalah nyata. Burung adurag tak memeperdulikannya, karena burung adurag berperasaan sama dengan raja Alamakjang XII.

Apa yang sedang dilihat raja Alamakjang XII adalah kerajaannya sendiri. Di perbatasan raja Alamakjang berdiri dengan daerah kekuasaannya, ia meyaksikan bagaimana rakyat berhamburan pada sebuah bangunan megah yang didiami oleh perempuan-perempuan cantik yang selalu bersolek.

Yang dilihat oleh raja Alamakjang XII adalah perbuatan yang sesungguhnya dilarang olehnya. Para suami meninggalkan istri-istri mereka di rumah, lalu mereka bergumul dengan perempuan cantik pesolek itu di rumah megah, berlampu redup yang berkeriap-keriap.

Dalam rumusan undang-undang yang ditetapkan oleh raja Alamakjang XII bahwa mendirikan rumah bordil adalah hal terlarang. Bergumul bersama perempuan-perempuan yang bukan istri-istri mereka adalah hal terlarang juga.

Ini semua dikarenakan oleh perempuan yang tak dikenal. Ia cantik lagi anggun dengan wajah yang beseri, senyum yang memesona layaknya bidadari, yang katanya ia tersesat lalu entah bagaimana bisa masuk ke daerah kerajaan Weleh-weleh. Lalu ada beberapa orang rakyat yang mengantarkan perempuan itu ke daerah asalnya. Yang dilihat oleh rakyat di daerah asal perempuan itu adalah para perempaun cantik yang selalu berdandan. Dan para perempuan itu, perempuan yang ramah selalu melempar senyum. Rakyat yang mengantarkan perempuan tak dikenal itu, menginap beberapa hari di daerah para perempuan yang selalu ramah membawa kehangatan.

Sepulang dari daerah asal perempuan tak dikenal itu, sebagian rakyat memprovokasi sebagian rakyat yang lain, agar melakukan demonstrasi besar-besaran di istana raja.

Di depan istana kerajaan para rakyat menuntut bahwa para perempuan cantik yang selalu bersolek itu dibenarkan memperluas jaringan bisnisnya di kerajaan Weleh-weleh.

Begitu pun dengan raja-raja sebelumnya, mereka menentang tuntutan rakyat yang memang bertolak belakang oleh peraturan yang telah dibuat oleh raja.

Itulah mengapa raja Alamakjang XII mencari daerah yang entah, yang katanya dapat menyelesaikan permasalahan.
***
Dengan hati yang tak sabar dan penuh rasa amarah, Raja Alamakjang XII melangkahkan kakinya melewati perbatasan kekuasaannya sendiri. Begitu kakinya melangkah barulah ia sadar bahwa apa yang dipijaknya adalah air. Air danau yang begitu luas yang terbentang di atasnya kerajaan Weleh-weleh.

Inilah daerah yang entah itu, yang akan mempengaruhi keputusan raja apa yang diinginkan oleh rakyat. Apa yang digambarkan oleh biasan air danau kepermukaannya maka itulah seharusnya yang terjadi pada kerajaan Weleh-weleh sesungguhnya! Raja Alamakjang XII tertegun mendengar ucapan burung adurag. Burung adurag bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi!

Sepulangnya dari daerah entah itu, raja memutuskan bahwa diperbolehkan bisnis rumah bordil di kerajaan Weleh-weleh.

Merasa tak dihiraukan lagi oleh rakyat apa yang dilarang oleh kerajaan, raja Alamakjang menyerahkan perumusan undang-undang pada rakyat.
***
Kini, di luar gedung istana para rakyat melakukan demontrasi besar-besaran. Di dalam gedung itu wakil rakyat mempertimbangkan tuntutan rakyat, bahwa bagi siapa saja pejabat pemerintahan melakukan korupsi akan dihukum pancung. Sedangkan di tempat berbeda raja Alamakjang XXI sedang menikmati jamuan makan malam di kerajaan lain. Burung adurag tetap mengikutinya. Burung adurag berbetuk kecil yang tersemat di baju safari.  

 oleh : Muftirom Fauzi Aruan
Tanjung Pasir, Kualuh Selatan, 26 Desember 2012

2 komentar:

Yudi Darmawan mengatakan...

haha, ada sindiran tajam buat negara kkita melalui cerpen ini nih..

FLP Sumatera Utara mengatakan...

Begitulah :D

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India