
Penulis : Helvy Tiana Rosa
Penerbit : AsmaNadia Publishing House
Cetakan : I, Februari 2012
Halaman : 84 Halaman
Puisi sebagaimana diungkapkan Horatius
memiliki dua fungsi penting, yaitu fungsi keindahan/ kenikmatan dan
kegunaan/bermanfaat. Tidak semua puisi memiliki kedua fungsi tersebut. Ada yang
hanya memiliki fungsi keindahan/ kenikmatan saja, dimana kata-kata yang puitis
dan indah menjadi ciri utamanya. Dan ada yang hanya mengandung fungsi kegunaan/
bermanfaat saja, dimana makna dalam puisi tersebut menjadi pengantar bagi
pembaca untuk menyimpulkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Tiap penyair pun punya alasan kuat kenapa
sebuah puisi bisa tercipta dari penanya sendiri. Alasan-alasan yang bagi Ignas
Kleden disebut sebagai bentuk kegelisahan penyair. Ia menyebutkan bahwa ada
tiga kegelisahan penyair (sastrawan) dalam menciptakan karya sastra (puisi
Pertama, kegelisahan politik, yang
mencerminkan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya dalam sebuah
struktur sosial. Kedua, kegelisahan metafisik, yakni hubungan manusia dengan
alam semesta. Ketiga, kegelisahan eksistensial, yang menggambarkan sastrawan
menghadapi dan mencoba menyelesaikan persoalan dirinya sendiri. Ada lagi
kegelisahan transedental, istilah yang lahir dari "tangan"
Kuntowijoyo pada 1982. Kegelisahan ini merupakan gambaran tentang hubungan
manusia dengan sang pencipta, yang menitikberatkan pada makna di balik kata,
sehingga karya sastra (puisi) yang dihasilkan tidak menonjolkan keindahan saja,
tapi juga bermanfaat buat kehidupan dan peradaban manusia.
"Mata Ketiga Cinta", sebagai buku
kumpulan puisi pilihan tentang cinta karya Helvy Tiana Rosa jika disusuri lebih
dalam merupakan kumpulan puisi yang memiliki fungsi keindahan dan kegunaan.
Penulis mampu meramu dan memadu-padankan kata-kata sederhana menjadi istimewa
dan puitis. Kiranya dari sini, pembaca akan mengaminkan bahwa beberapa puisi di
buku ini memang memiliki fungsi keindahan. Misalnya saja pada penggalan puisi
yang berjudul "Mata Ketiga Cinta" ini. Sebuah puisi yang menurut
penafsiran saya merupakan puisi yang mengungkapkan kehebatan dan kekuatan cinta
yang sebenarnya. Diksi pada puisi ini memang terkesan biasa, tapi kemampuan
penulis dalam meramunya menjadikan puisi ini menjadi begitu apik, nikmat dan
istimewa.
"Apakah dua mataku
yang kau larung dalam malam?
lalu hari-hari pun terbenam dalam secangkir kopi tanpa gula
daun-daun jatuh di luar jendela
dan sunyi menyanyikan lagi
lagu gergaji"
yang kau larung dalam malam?
lalu hari-hari pun terbenam dalam secangkir kopi tanpa gula
daun-daun jatuh di luar jendela
dan sunyi menyanyikan lagi
lagu gergaji"
Ada 40 puisi lagi dalam buku ini selain puisi
di atas yang ditulis antara tahun 1986 hingga 2011. Meski kesemua puisi
tersebut merupakan puisi tentang cinta tapi tiap puisi dalam buku ini memiliki
kegelisahan tersendiri hingga benar-benar lahir menjadi puisi yang puitis dan
sarat makna. Jika merunut pada apa yang dikatakan Ignas Kleden dan Kuntowijoyo,
puisi-puisi dalam buku ini merupakan puisi yang lahir dari kegelisahan politik
(puisi "Kepada Tuan Teroris"), metafisik (puisi "Thawaf),
eksistensial (puisi "1987" dan transedental (puisi "Fi
Sabilillah").
Helvy Tiana Rosa sudah menulis 50 buku dan
memperoleh berbagai penghargaan di bidang kepenulisan. Karena itu pula, tak
berbeda dengan buku-bukunya yang lain, "Mata Ketiga Cinta" ini pun
menjadi buku yang sangat nikmat untuk dibaca. Akhirnya, menyusuri "Mata
Ketiga Cinta", Helvy Tiana Rosa ini, kita seperti diajak bertualang untuk
memaknai cinta dari berbagai sudut pandang. Kita pun seperti dibujuk untuk
memaknai hakikat kehadiran cinta di tengah-tengah kita. "Mata Ketiga
Cinta" adalah ruang kita menyusuri makna cinta yang sebenarnya.
Oleh Fitri A. Batubara
0 komentar:
Posting Komentar