Di Negeri Sana
Di
negeri sana Ramadhan disambut dengan ceria
Gadis-gadis
berlomba menutup kepala dengan kain yang telah berkarat di lemari
Para
pemuda sejenak memakai baju koko ditambal rias asap
Saat
tarawih tiba, Imam dengan lantang mendengungkan ayat Tuhan
(Sementara
di halaman bocah-bocah mengeja tasbih dengan petasan dan api di tangan)
Di
negeri sana Ramadhan disambut dengan suka-cita
Fajar
belum sempurna namun shaf telah lurus ditata
Ah,
waktunya puasa. Beberapa kelamin mulai menari di atas kepala
Pada
Shubuh yang buta muda-mudi larut dalam manis pahala dunia
“Amboi,”
kata lampu jalan di pinggir kesadaran
Di
negeri sana Ramadhan memang tak pernah terlupa
Kalaupun
ada yang lupa, paling hanya secuil kesadaran
Atau
mungkin sebongkah keimanan
Tak
apa…
Sebab
ini hanya segurat pemeo di negeri sana
Bukan
di negeriku?
Rumah
Cahaya, 01/08/2011
Hikayat Sunyi
Senja
telah retak di ujung barat
Meninggalkan
hujan yang masih setia menyalakan nikmat
Jauh
di bawah celoteh azan mulai bersenandung
Pohon-pohon
menundukkan kepala
Gesek
mesra dedaunan khusyuk menyanyikan rapal doa-doa
Dengan
tarik nafas yang diatur sedemikian sempurna.
“Ini
tetap sebentuk sunyi,” ujar tembok mesjid
pada
wajah-wajah kusut sajadah. Seratus peluru dzikir pun ditembakkan,
begitu
bising. Kebanyakan menyeruak dari mulut-mulut penuh borok dan nanah
Langit
pecah
Masih
di bawah kubah yang sama.
Detik
dan almanak tergopoh berlari menyusul musafir waktu
Tinggal
kunang-kunang yang setia menjaga malam
“Ini
memang sunyi..,” gumam tembok mesjid….
Lagi
Rumah
Cahaya, 01/08/2011
Tentang Asa di Seputaran Senja
: Ritari
Pada senja karang
Kita tertawa riang
Berbincang tentang detik yang disunting debur ombak
Di ujung horison anak camar belajar menangkap ikan lewat bola matamu
"Kapan kita mengayuh sampan berdua?" Tanyamu pada ujung cerita
Kunyalakan angin pasang di hulu jilbabmu
Lepas Ramadhan lalu kueja tafsir ayat-ayat janji
Kau tersipu. Mata cokelatmu menjelma pelangi
Pada senja karang
Kita tertawa riang
Berbincang tentang detik yang disunting debur ombak
Di ujung horison anak camar belajar menangkap ikan lewat bola matamu
"Kapan kita mengayuh sampan berdua?" Tanyamu pada ujung cerita
Kunyalakan angin pasang di hulu jilbabmu
Lepas Ramadhan lalu kueja tafsir ayat-ayat janji
Kau tersipu. Mata cokelatmu menjelma pelangi
Rumah
Cahaya,
01/08/2011
di negeri awan Ramadhan tiada hentinya
BalasHapusdisambut dengan tangis dan harapan
di negeri awan Ramadhan bak hidup tiada matinya
hanya berselimut kebahagian pemujanya
wong gresik
Terima kasih buat Wong Gresik atas komentarnya. Sangat menarik lagi mencerahkan :)
BalasHapusPernah baca ini di Sabili...Keren!
BalasHapusSalut buat penyair FLP!