Orang bergabung di FLP dengan
beragam motivasi. Ada yang ingin belajar menulis, mencari teman atau jaringan,
belajar bersosialisasi atau berorganisasi, aktif di kegiatan sosial, menjadi
penulis, menjadi orang terkenal, mencari penghasilan, ingin berdakwah, dan
lain-lain. Berbagai motivasi di atas tidaklah salah. Sah-sah saja. Dan secara
umum, orang bergabung dengan FLP adalah ingin menjadi penulis.
Namun pada kenyataannya, setelah
sekian lama bergabung di FLP, tidak sedikit anggota FLP yang belum juga menjadi
seorang penulis (sesungguhnya). Banyak hal yang menjadi penyebabnya; mungkin ia
kurang banyak berlatih, kesempatan yang belum tersedia, atau keberuntungan
belum berpihak kepadanya. Sehingga tak jarang anggota FLP yang akhirnya
berhenti belajar menulis, atau bahkan keluar dari FLP. Mereka merasa,
cita-citanya untuk menjadi penulis gagal, atau menganggap bahwa FLP bukan
tempat yang tepat buat dia.
Merubah
Paradigma
Inilah kesalahan terbesar kita.
Tujuan kita menulis adalah untuk menjadi penulis, menjadi orang terkenal, atau
bahkan sekedar mencari uang semata. Untuk itu, mulai sekarang lupakan tentang
menjadi penulis, berhentilah untuk menjadi penulis.
Kita sering lupa bahwa tujuan
menulis adalah untuk berbagi ilmu, menyampaikan kebenaran, bertukar pengalaman,
memberi pencerahan (baca: berdakwah); hal ini sesuai pula dengan visi-misi FLP
yang menjadi landasan filosofis organisasi.
Nah, jika kita telah menyadari
kembali tujuan kita menulis; mengapa kita harus kecewa jika tulisan kita tidak
lolos seleksi redaksi atau penerbit tertentu, mengapa kita berhenti menulis
karena tulisan kita dikritik, mengapa kita menjadi bosan menulis karena tulisan
kita tidak ada yang mengomentari atau merespon, mengapa kita tidak semangat
menulis karena banyak tulisan kita yang belum menghasilkan uang, dan mengapa
pula kita sampai berputus asa karena tulisan kita berkali-kali ditolak?
Mengapa?
Demikian halnya yang menjadi
pengurus FLP; mengapa hanya sekedar numpang nama karena di FLP tidak mendapat
apa-apa, mengapa tidak mau melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya hanya
karena banyak pengurus yang tidak aktif, mengapa menjadi pengurus hanya
setengah-setengah karena tidak mendapat keuntungan tertentu, mengapa ada pengurus
yang hanya mengejar ambisi dan kepentingan pribadi, dan mengapa pula kita tidak
amanah dengan alasan tidak dihargai anggota atau pengurus di atasnya? Mengapa?
Sekali lagi, ada yang salah dengan
paradigma dan mindset kita. Kebanyakan dari kita hanya sekedar menulis; dimuat,
terkenal dan akhirnya mendapatkan uang. Bahkan, tak jarang demi mengejar
tujuannya itu, orang rela menggadaikan idealisme, menulis sesuatu yang tidak
baik, menjegal atau mengorbankan orang lain, mengambil jalan pragmatis, hingga
melakukan plagiat. Dan jika tujuan itu tidak tercapai, bisa jadi ia berhenti
menulis, menyalahkan organisasi atau orang lain, menyalahkan keadaan, dll.
Yang harus kita sadari dan pahami
bersama, kegiatan menulis tidak sekedar menulis; dimuat, terkenal dan akhirnya
mendapatkan uang; selesai. Tidak begitu. Semua pekerjaan (termasuk menulis)
pada hakikatnya adalah “melayani orang lain”.
Melayani orang lain di sini bermakna
bahwa kita menulis dalam rangka membantu orang lain untuk mendapatkan informasi
dan pengetahuan, mengajak manusia untuk berbuat kebaikan, menuntun manusia
untuk kembali kepada kebenaran. Lebih dari itu, kita perhitungkan pula apa
dampak tulisan kita bagi pembaca, manfaat apa yang diperoleh seseorang dari
tulisan kita, adakah perubahan pola pikir dan perilaku setelah membaca tulisan
kita, dan sebagainya. Dan akan lebih bagus lagi jika kita bisa memberi
keteladanan kepada orang lain terhadap apa yang kita tulis.
Jika kita kembali pada proses
penciptaan manusia, untuk apa manusia diutus ke dunia ini? Tiada lain dan tiada
bukan untuk beribadah kepada Allah. Apapun yang kita lakukan di dunia ini
(sesuatu yang baik) adalah dalam kerangka beribadah kepada-Nya, termasuk juga
pekerjaan menulis.
Orang yang sudah sampai pada tingkat
kesadaran ini, ia akan melakukan pekerjaan menulis dengan sepenuh hatinya,
sepenuh jiwa-raganya. Tak peduli apakah tulisannya akan dimuat di media atau
tidak, terlepas apakah tulisannya akan menghasilkan uang atau tidak. Menulis
adalah panggilan jiwa.
Begitupun menjadi pengurus FLP; ia
rela memberikan pikiran, tenaga, dan waktunya untuk FLP. Tak peduli apakah ia
mendapat imbalan atau tidak, terlepas ada yang mendukungnya atau tidak. Karena
mengurus FLP pada hakikatnya adalah melayani orang lain. Bukankah tidak ada
yang lebih membahagiakan jika kita bisa membantu, membesarkan dan membahagiakan
orang lain? Bukanlah dengan demikian hidup kita akan terasa berarti dan
bermakna?
Jika kita merasa bahwa hidup kita
berarti dan bermakna, bermanfaat bagi orang lain; inilah tanda bahwa kita telah
mencapai kebahagiaan hidup. Bukankah semua orang menginginkan kehidupan yang
bahagia. Inilah kekayaan yang kita peroleh, yang melebihi segalanya. Uang,
kepopuleran, gelar penulis hanyalah sebuah KONSEKUENSI, bukan TUJUAN.
Dan jika kita telah bisa melayani orang
lain, membantu orang lain, dan bermanfaat bagi orang lewat tulisan kita, secara
tidak langsung kita telah menjadi perpanjangan “tangan” Tuhan. Kita telah
menuliskan “pekerjaan” Tuhan. (Kartasura-Solo; 9/13/2012 3:42:38 PM)
Tulisan ini terinspirasi dari buku
“I Love Monday” karya Arvan Pradiansyah.
Oleh Trimanto Ngaderi di Jarwil flp pusat
Trimanto
Luruskan niat :-)
BalasHapus