Assalamualaikum
Wr. Wb.
Salam
sastra dan budaya untuk dik Nesya Ardila Simamora.
Hal pertama yang yang ingin saya sampaikan adalah
ucapan terimakasih kepada dik Nesya karena telah mengirimkan naskah puisinya
untuk dapat diapresiasi oleh saya sebagai peng-apresiasi puisi kamu dari Forum
Lingkar Pena Sumut.
Sebelum saya mengapresiasi puisi dik Nesya, ada
baiknya kita terlebih dahulu mengenal apa yang disebut puisi. Mari kita simak
ulasan singkat berikut ini:
Puisi adalah salah satu
bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan
penyairnya lewat tulisan, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
Seperti bentuk karya sastra lain, puisi mempunyai
ciri-ciri khusus. Pada umumnya penyair mengungkapkan gagasan dalam kalimat yang
relatif pendek-pendek serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam
bentuk bait-bait), dan tidak jarang menggunakan kata-kata/kalimat yang bersifat
konotatif (bahasa kias).
Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna
konotasi yang sering terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali
sulit dipahami.
Nah, pada puisi dik Nesya yang berjudul Tragedi Di Kilometer Tak Berdayung,
secara
penulisannya bererti tilusan dik Nesya sudah bisa disebut sebagai puisi karena
dik Nesya mengungkapkan gagasannya dalam kalimat yang relatif
pendek-pendek serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam bentuk
bait-bait). Namun, sebagai pengarang puisi, kita juga harus mengetahui syarat
pembuatan puisi yang baik. Sayrat yang pertama sebagi penulis yang baik adalah
kita harus membaca beberapa karya puisi orang lain,baik puisi yang ada di
koran(media) atau yang ada dibuku-buku puisi. Dengan ini, kita dapat mengetahui
bagaimana penulisan puisi yang baik.
Ketika pertama kali saya lihat puisi dik Nesya, saya
memperhatikan bentuk penulisannya. Dik Nesya yang baik, dalam puisi setiap
kata, kalimat, bahkan tanda baca memiliki arti tersendiri. Karena seperti
defenisinya, puisi itu dibuat dengan bahasa yang ringkas dan padat dan
mengandung arti.
Pada puisi dik Nesya, saya menemukan banyak sekali
tanda baca di akhir setiap kalimat. Nah, dalam puisi, tanda baca juga memiliki
makna, Dik. Seperti koma, tanda tanya,
tanda seru, dan juga titik. Tanda titik sebenarnya jarang digunakan dalam puisi
seperti yang Dik Nesya tulis, hanya puisi-puisi panjang dan berbentuk narasi
saja yang menggunakannya, walau terkadang ada juga yang meggunakannya (itupun
di akhir-akhir puisi). Tanda seru dipakai untuk menegaskan kalimat puisi. Tanda
tanya digunakan untuk pertanyaan.
Karena puisi itu merupakan kalimat yang padat, ada
baiknya jika puisi yang dik Nesya buat dikurangi kata dan imbuhan (kah, lah,
me, ter, ke-,-nya, dll).
Secara makna, ketika saya membaca puisi Dik Nesya,
sudah tergambar makna dari puisi tersebut-secara gamblang-yakni protes
seseorang terhadap negerinya. Dengan begitu, puisi kamu termasuk yang mudah
memaknainya.
Kalimat-kalimat yang dik Nesya pakai sudah baik terutama
dalam pemakaian gaya bahasanya (personifikasi, metafora, hiperbola). Nah, yang
ini boleh Dik Nesya teruskan dalam menulis puisi.
Jadi, saran-saran dari saya yang harus Dik Nesya
perbaiki dan ubah pada puisi Tragedi
di kilometer tak berdayung adalah sebagai berikut:
1.
Hilangkankan tanda baca yang
berlebihan. Pada puisi Dik Nesya, saya
rasa baiknya tanda baca dapat dihilangkan pada kalimat-kalimat yang tidak
berbentuk penegasan, namun yang berbentuk penegasan, boleh memakai tanda baca.
2. Kurangilah kata atau imbuhan (kah,
lah, me, ter, ke-,-nya, dll) yang dapat dihilangkan untuk menambah kekuatan
makna pada puisi.
Selebihnya, menurut saya sudah bagus baik dari
pemilihan diksi dan tema serta amanat. Saran saya yang lain adalah:
banyak-banyak membaca puisi para sastrawan atau puisi-puisi yang bisa Dik Nesya
lihat di media massa (koran) ataupun buku-buku puisi. Yang kedua: jangan takut
salah dalam menulis karena itu adalah pembelajaran. Yang ketiga: semangat
menulis.
Terima Kasih.
Salam
Hangat
Arie
A. Nasution
0 komentar:
Posting Komentar